- VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id - Revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2015. KPK menilai rencana itu justru akan melemahkan lembaga tersebut.
"Jika tujuan merevisi UU KPK dimaksudkan untuk menghilangkan kewenangan penuntutan dan juga mereduksi kewenangan penyadapan, maka persepsi publik bahwa ada upaya sistematis untuk melemahkan KPK sekaligus upaya pemberantasan korupsi menjadi nyata adanya," kata Pelaksana tugas (Plt) Pimpinan KPK, Johan Budi, dalam pesan singkatnya, Selasa, 16 Juni 2015.
Meski demikian, Johan mengaku masih meyakini Presiden Joko Widodo akan berpegang ada komitmennya untuk memperkuat KPK. Oleh karena itu, dia yakin pemerintah tidak akan menyetujui upaya revisi UU KPK dengan menghilangkan kewenangan penuntutan dan mereduksi kewenangan penyadapan.
Senada dengan Johan, Plt Pimpinan KPK lainnya, lndriyanto Seno Adji, juga berpendapat bahwa revisi UU KPK justru akan mengerdilkan KPK.
"Saya belum paham dengan revisi UU KPK yang datangnya dari inisiatif DPR, yang tampaknya justru akan 'melemahkan' bahkan 'mengerdilkan' atau mereduksi kewenangan KPK," kata dia.
lndriyanto berharap pemerintah dapat menunda usulan-usulan revisi UU KPK tersebut. Dia juga berharap pemerintah dapat duduk bersama dengan KPK terlebih dulu untuk membahas revisi inisiatif DPR ini.
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, menyebut bahwa revisi atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK masuk dalam Prolegnas 2015. Beberapa poin yang menjadi sorotan untuk menjadi revisi antara lain kewenangan penyadapan agar hanya ditujukan kepada pihak-pihak yang telah diproses projustisia.
Lalu, kewenangan penuntutan yang disenergikan dengan Kejaksaan Agung, Dewan Pengawas, pengaturan terkait pelaksanaan tugas pimpinan jika berhalangan serta pengaturan kolektif kolegial.