Bupati Morotai Muncul di KPK setelah Dua Kali Mangkir

Bupati Morotai Rusli Sibua di Jemput Paksa
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ahmad Rizaluddin
VIVA.co.id
Integritas Firli Bahuri dan Komitmen Penegakan Hukum Irjen Karyoto
- Bupati Morotai, Rusli Sibua, tiba-tiba ada gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta pada Rabu, 8 Juli 2015. Padahal dia dua kali mangkir alias tak memenuhi panggilan penyidik untuk pemeriksaan.

KPK Periksa Keponakan Surya Paloh

Rusli Sibua adalah tersangka penyuapan kepada Akil Mochtar selaku hakim konstitusi. Suap berhubungan dengan penanganan sengketa Pilkada Kabupaten Morotai di Mahkamah Konstitusi.
KPK Setor Uang ke Kas Negara Rp1,1 Miliar dari Eks Pejabat Muara Enim


Berdasarkan pantauan, Rusli tiba di Gedung KPK sekira pukul 13.40 WIB dengan menggunakan mobil Innova berwarna hitam. Dia tampak dijaga ketat sejumlah orang.

Begitu turun dari mobil itu, Rusli yang memakai kemeja berwarna biru langsung bergegas dibawa masuk ke dalam lobi gedung KPK. Dia tidak berkomentar apa pun kepada wartawan.


Kedatangan Rusli diduga merupakan upaya penjemputan paksa yang dilakukan penyidik KPK setelah dua kali mangkir dari pemeriksaan penyidik. Namun belum diketahui di mana Rusli dijemput paksa oleh penyidik. Belum ada pernyataan resmi dari KPK.


Sebelumnya, penyidik KPK sudah dua kali melayangkan surat panggilan terhadap Rusli untuk diperiksa sebagai tersangka. Namun Rusli tidak memenuhi panggilan itu.


Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, menyebut sikap Rusli itu sebagai tindakan yang tidak kooperatif. Penyidik menilai alasan ketidakhadiran Rusli adalah tidak patut.


Menyuap hakim


KPK menetapkan Rusli Sibua sebagai tersangka penyuapan kepada hakim Mahkamah Konstitusi. Rusli disangka memberi atau menjanjikan sesuatu pada Akil Mochtar selaku hakim konstitusi dengan tujuan memengaruhi putusan sengketa Pilkada Pulau Morotai di MK tahun 2011.


Rusli disangka telah melanggar Pasal 6 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.


Surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) atas nama Rusli Sibua tercatat sejak 25 Juni 2015.


Dalam dakwaan, Akil disebut meminta uang untuk menyetujui keberatan hasil pilkada 2011 di Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara. Akil menerima Rp2,989 miliar dari jumlah Rp6 miliar yang diminta.


"Angkutan kelapa sawit"


Sengketa Pilkada Pulau Morotai yang diikuti enam pasang calon pada 16 Mei 2011 dimenangkan pasangan Arsad Sardan dan Demianus Ice. KPU menetapkan pasangan itu sebagai Bupati dan Wakil Bupati periode 2011-2016 dengan menerbitkan Surat Keputusan KPU pada 21 Mei 2011.


Penetapan hasil pilkada itu kemudian digugat ke MK, antara lain, oleh Rusli Sibua dan Weni R Paraisu dengan menunjuk Sahrin Hamid sebagai pengacara.


Saat permohonan keberatan hasil pilkada sedang diperiksa panel hakim, Sahrin Hamid sebagai pengacara Rusli Sibua menghubungi Akil melalui SMS. Akil menelepon Sahrin Hamid agar menyampaikan kepada Rusli Sibua untuk menyiapkan uang Rp6 miliar.


Permintaan itu diteruskan Sahrin kepada Rusli Sibua di Jakarta. Tetapi Rusli Sibua hanya menyanggupi Rp3 miliar.


Rusli Sibua lalu mengirim uang sebesar Rp2,989 miliar melalui tiga kali setoran tunai ke rekening CV Ratu Samagat dengan menulis "angkutan kelapa sawit" sebagaimana diminta Akil. Uang dikirim bertahap, yakni Rp500 juta pada 16 Juni 2011, Rp500 juta pada 16 Juni 2011, dan Rp1,989 miliar pada 20 Juni 2011.


Setelah uang terkirim, pada persidangan 20 Juni 2011, MK memutuskan mengabulkan permohonan Rusli Sibua dan Weni R Paraisu. Dalam amarnya, MK membatalkan berita acara tentang rekapitulasi hasil penghitungan suara pilkada oleh KPU Kabupaten Pulau Morotai pada 21 Mei 2011.


(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya