Presiden Didesak Perintahkan Pemda Buat Perda Lindungi Anak

Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVA.co.id - Presiden Joko Widodo didesak untuk menginstruksikan seluruh pemerintah daerah membuat atau menyusun peraturan daerah (perda) tentang perlindungan anak. Perda yang melindungi anak berarti kesetaraan akses pendidikan serta perlindungan anak dari kekerasan oleh orangtuanya maupun orang lain.
Depok Catat 147 Kasus Kejahatan pada Wanita dan Anak

Desakan itu adalah satu dari 11 butir rekomendasi hasil Kongres Anak di Kota Batu, Jawa Timur, yang berakhir pada Jumat, 7 Agustus 2015. Menurut Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait, sesungguhnya pemerintah wajib membuat rumah anak serta perda yang memberikan perlindungan pada hak anak.
Bekas Galian Tambang Jadi 'Penjemput Nyawa' Anak-anak

“Ini adalah momentum agar pemerintah membuat progam agar rumah ramah bagi anak. Caranya melalui perda perlindungan ibu dan anak agar kehidupan mereka bisa terlindungi di masyarakat,” katanya kepada wartawan di arena Kongres itu.
Telepon Pengaduan Terkait Anak Siap 24 Jam

Di tempat yang sama, Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa, menjelaskan bahwa calon orangtua sesungguhnya harus mengikuti pelatihan pranikah untuk mencegah kekerasan pada anak. Sebelum menikah, calon orangtua harus dibekali dengan kesadaran tanggung jawab mengasuh dan membesarkan anak.

“Mengasuh adalah perbuatan hukum, maka proses mengasuh harus diatur dalam undang-udang. Maka yang tidak mengikuti regulasi adalah melanggar undang-undang dan dikenai denda, dan sanksi penjara. Kongres ini bisa jadi starting point bahwa perlindungan anak harus ditingkatkan,” kata Menteri.

Hak partisipatif

Salah satu klausul yang wajib masuk dalam perda pelindungan anak, sebagaimana rekomendasi Kongres, adalah hak partisipatif. Hak itu berupa suara anak-anak yang didengarkan oleh pemerintah dalam membuat kebijakan.

“Agar kebijakan (pemerintah daerah) juga mempertimbangan hak anak,” kata Jimmi Muabuay, Duta Anak dari Jayapura, Papua, di tempat yang sama.

Jika perda yang memberikan perlindungan dan menjamin hak partisipatif anak tersedia, Jimmi berharap kesetaraan pendidikan yang selama ini tidak terlihat di Papua akan terjadi. Menurutnya, pelajar tingkat sekolah dasar di Papua harus berjalan berjam-jam menyeberangi sungai dan mendaki bukit untuk tiba di sekolah setiap pagi. Sementara tenaga pendidik yang terbatas membuat seorang guru harus mengajar sejak pagi hingga petang.

Selain itu, dengan adanya Perda, Jimmi juga berharap kebiasaan buruk di sekitarnya, terutama untuk memberikan hukuman fisik pada anak akan segera berakhir. Menurutnya, tradisi perkataan orangtua tak boleh dibantah mengakar sangat kuat di masyarakat Papua.

“Entah itu salah atau benar, jika orangtua sudah berkata sesuatu maka tak boleh dibantah. Kekerasan pada anak juga banyak terjadi di Papua, orangtua tak segan menghukum anak dengan sanksi fisik,” katanya. (one)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya