Kisah Cinta Bung Karno Bersama Gadis Borneo

Bung Karno
Sumber :
VIVA.co.id
Kisah Lucu Bung Karno Pusing Hadapi Istri-istrinya
- Gadis manis berwajah bulat berkulit kuning langsat bernama Heldy. Ia adalah putri bungsu dari sembilan bersaudara pasangan Djafar dan Hamiah. Heldy lahir pada 10 Agustus 1947 di Tenggarang, Kalimantan Timur.

Kisah Bung Karno Nekat Menikah Lagi Meski Dimarahi

Hamiah pernah mengatakan, saat mengandung Heldy, dia sempat melihat bulan purnama bulat. Lalu,  seorang pria Tionghoa teman suaminya mengatakan, agar Hamiah menjaga bayi yang akan dilahirkannya itu baik-baik.
Kisah Cinta Bung Karno Menikahi Anak Angkatnya


"Nanti kalau bayimu lahir, harus dijaga ya, sampai dia beranjak dewasa," kata pria Tionghoa itu.

Hari berganti hari, Heldy pun lahir dengan selamat ke dunia. Ia beruntung, karena terlahir dari keluarga yang terpandang di daerah tempat tinggalnya di tanah Borneo.

Waktu terus berlalu, hingga akhirnya Heldy mulai menginjak usia remaja. Saat Heldy duduk di bangku SMP, seorang tante (dalam bahasa Kalimantan adalah mbok), Mbok Nong, yang dianggap pandai meramal, mengatakan kepada Hamiah

"Wah, anakmu ini kelak jika dewasa akan mendapatkan orang besar. Jadi tolong dijaga baik-baik ya," kata Mbok Nong.

Kisah itu ditulis di buku "Heldy, Cinta Terakhir Bung Karno ," karya Ully Hermono dan Peter Kasenda.

Setelah menampatkan pendidikan di bangku SMP, Heldy yang sudah tumbuh menjadi remaja putri 16 tahun dan berperawakan mungil itu pun pergi mengikuti jejak kakak-kakaknya ke Jakarta untuk menuntut ilmu. Cita-citanya menjadi desainer interior.
 

Di Jakarta Heldy jadi barisan Bhinneka Tunggal Ika. Barisan yang diprakarsai oleh Presiden Soekarno itu terdiri atas remaja putra-putri dari berbagai provinsi. Mereka bagian dari protokol Istana, selalu berdiri berjajar sebagai pagar ayu dan pagar bagus di setiap acara.


Suatu hari di tahun 1964, Heldy berdiri berjajar di tangga Istana Merdeka bersama anggota barisan Bhinneka Tunggal Ika. Hari itu Presiden akan menyambut tim bulutangkis yang baru merebut Piala Thomas.


Tibalah saatnya Bung Karno muncul dan berjalan menapaki anak tangga. Seperti biasa, ia berjalan sambil mengamati kiri dan kanan. Memandang satu demi satu anggota barisan, tersenyum, dan tepat di depan Heldy, Bung Karno mendekat dan menepuk bahu kirinya.


"Dari mana asal kamu?"kata Bung Karno bertanya.


"Dari Kalimantan, Pak," kata Heldy menjawab dengan kaget dan gemetar.


"Oh, aku kira dari Sunda. Rupanya ada orang Kalimantan cantik," kata Bung Karno menimpali jawaban Heldy.


Selanjutnya... Bung Karno dekati Heldy...




Bung Karno dekati Heldy

Pada 12 Mei 1965, Bung Karno berkesempatan berkunjung ke rumah Erham tempat Heldy tinggal.  Tapi, sebelumnya sejumlah 'orang Istana' tiba di tempat itu terlebih dahulu dan mereka meminta agar ketika Presiden datang, lampu teras dimatikan.


Saat itu, Bung Karno datang dengan penampilan yang sangat berbeda. Tanpa peci, celana panjang hitam, kemeja putih lengan pendek yang kancing atasnya terbuka, bahkan hanya mengenakan sandal.


Di tempat itu, Bung Karno bertemu langsung dengan ayahnda Heldy. Bung Karno dan Djafar pun saling bersapa salam.


Saat itu, Heldy bertugas menghidangkan teh yang dibuatnya sendiri di dalam cangkir terbaik yang ada di rumah itu kepada Bung Karno.


Setelah berbincang cukup lam, akhirnya Bung Karno menyatakan ketertarikannya kepada Heldy di hadapan Djafar. Namun Heldy merasa masih terlalu muda. Heldy meminta agar Bung Karno memilih perempuan lain saja.


Mendapatkan jawaban itu, Bung Karno tidak marah. Ia tersenyum saja dan memberikan sebuah bungkusan kecil yang berisijam tangan merek Rolex.


Bung Karno tak kehabisan akal. Bung Karno lalu mengajak Heldy pergi mencari makan malam. Heldy mendampinginya di jok belakang VW Kodok yang dikemudian Darsono dan didampingi ajudan Kolonel Parto.

Sementara Erham ikut di mobil lain bersama rombongan yang keseluruhan berjumlah tiga mobil. Mereka menuju ke daerah Sampur untuk membeli sate ayam langganan Bung Karno.


Dalam perjalanan itulah Bung Karno berbicara lagi tentang ketertarikannya kepada Heldy.


"Dik, kau tahu. Kau tidak pernah mencari aku, aku juga tidak mencari engkau. Tapi Allah sudah mempertemukan kita," kata Bung Karno selalu memanggil Heldy dengan sebutan Dik, dan belakangan ia juga menolak Heldy memanggil Pak. Ia ingin Heldy memanggilnya Mas.


Selanjutnya... Heldy diberi mobil mewah...



Heldy diberi mobil mewah


Setelah kunjungan pertama, kunjungan berikutnya makin sering berlangsung. Bung Karno sering tiduran di sofa menunggu Heldy, kadang mengajak Johan beradu panco. Bung Karno selalu memberi uang yang jumlahnya tidak sedikit.


Begitu juga saat ibunda Heldy ke Jakarta dan pada puncaknya Bung Karno membelikan Heldy mobil Holden Premier warna biru telur asin.


Sejak saat itu, hadiah dari Bung Karno mengalir terus tanpa pernah diminta. Heldy mendapat rumah atas namanya sendiri di Jajaln Cibatu (kini Jalan. Prof. Djokosutono). Mobil Holden Premier pun diganti Mercedes Benz 220 S warna hitam bernomor polisi tanggal lahirnya, B 1008.


Jika berkunjung, Bung Karno sering hanya minta telur rebus yang disantapnya dengan kecap. Sepengetahuan Heldy, Bung Karno jarang makan daging. Nasi pun hanya sedikit.


Suhu politik memanas di akhir September 1965. Bung Karno disibukkan oleh urusan politik sehingga Heldy jarang ke Istana. Bung Karno juga jarang ke Jalan Cibatu. Pada 1 Oktober datang ajudan membawa kabar bahwa Presiden baik-baik saja. Beberapa hari kemudian datang lagi ajudan untuk menjemput Heldy.


Tetap dengan kain dan kebaya, ia naik jip menuju Istana. Di sepanjang jalan banyak tentara bersiaga. Suasana tegang. Sesampai di Istana, Heldy tak mendapati sambutan Bung Karno seperti biasanya. Bung Karno sedang tiduran di kamar. Raut wajahnya terlihat letih.


"Mas agak capek," kata Bung Karno. Ia mencium pipi Heldy, Heldy pun menyambut kecupan itu dengan penuh rindu. Bung Karno banyak bercerita, sementara Heldy tak berani bertanya tentang peristiwa G30S yang didengarnya di radio.


Selanjutnya... Bung Karno nikahi Heldy dengan sederhana...




Bung Karno nikahi Heldy dengan sederhana


Bulan Mei 1966, sudah hampir setahun Heldy menjadi kekasih Bung Karno. Itu waktu yang cukup bagi Bung Karno untuk meminta kesediaan Heldy menjadi istrinya.


Heldy diam sesaat. Ia tahu benar keadaan negara sedang gawat. Ia juga tahu Bung Karno telah memiliki beberapa istri sebelum dirinya. Siti Oetari Tjokroaminoto, Inggit Garnasih, Fatmawati, Hartini, Ratna Sari Dewi, Haryatie, Kartini Manoppo, dan Yurike Sanger. Hanya dengan Yurike ia kenal karena pernah sama-sama menjadi anggota barisan Bhinneka Tunggal Ika.


"Yang aku cari bukan wanita yang cantik luarnya saja. Tapi juga dalamnya, dan itu ada dalam dirimu. Kau sungguh menarik bagiku, dan kau juga bisa beribadah dan mengerti baca Al Quran, ini yang aku cari sesungguhnya," kata Bung Karno.


"Saya tidak bisa menolak lamaran Bapak, hubungan kita sudah telanjur dekat. Saya mau menikah dengan Bapak," Kata Heldy sambil menatap Bung Karno.


Tanggal pernikahan pun dipilih, 11 Juni 1966 alias lima hari setelah Bung Karno berulang tahun ke-65. Berita bahagia segera dikabarkan ke Kalimantan. Ayah Heldy yang bersuka cita bergegas ke Jakarta.


Sayang, baru sampai di Samarinda dadanya sakit dan ia dibawa kembali ke Tenggarong. Sehari sebelum akad nikah putrinya, Djafar meninggal dunia karena serangan jantung.


Heldy menjalani upacara pernikahan dengan penuh keprihatinan. Tak ada musik, tak ada gamelan, tak ada kemeriahan. Tak ada harum bunga, tak ada kebaya khusus. Ia hanya bisa memohon petunjuk Tuhan, dan dalam doa minta izin ayahnya untuk menikah dengan Soekarno.


Bung Karno menikahi Heldy Djafar dengan disaksikan Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA) Idham Chalid, Erham Djafar selaku wali, dan Menteri Agama K.H. Saifuddin Zuhri.

Bung Karno dan Erham berjabatan erat, kedua saksi mendengarkan kata yang terucap dari bibir Bung Karno. " … dengan emas kawin sebuah gelang emas putih bermata berlian dengan kadar enam karat …."


Surat nikah yang telah ditandatangani oleh saksi dan wali itu dipegang Idham Chalid. Saksi yang juga Menteri Agama menyatakan, "Ya, Yang Mulia, sah pernikahan ini,".


Saking senangnya mendengarkan Bung Karno mengucapkan ikrar suci. Heldy saat itu sampai lupa meminta surat nikah itu.


Menjelang sore, Bung Karno menemui Heldy dan mengajaknya ke kamar. Heldy agak takut dan berlari ke kamar mandi. Bung Karno menyusul, Heldy kembali ke kamar tidur.


"Maaf Mas, ee … Mas, saya pasrah," kata Heldy sedikit merayu.


"Engkaulah wanita yang selama ini aku cari, engkau wanita yang aku cintai, engkau cinta terakhir bagiku. Jangan permainkan aku ya," kata Bung Karno. (ren)


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya