Komnas HAM: Wajar Publik Kecewa Hasil Seleksi Capim KPK

Pansel Gelar Tes Wawancara Terbuka Capim KPK
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ahmad Rizaluddin

VIVA.co.id - Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, yang juga Pelapor Khusus tentang Korupsi dan HAM Komnas HAM RI, Maneger Nasution, ikut merasakan kekecewaan publik terhadap hasil seleksi Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dari delapan calon yang diloloskan ke DPR, kalangan masyarakat sipil menilai beberapa nama calon dianggap lemah soal perspektif HAM dan komitmen pemberantasan korupsinya. Bahkan, berpotensi bermasalah di kemudian hari.

"Misalnya, mereka yang memiliki perspektif agar KPK fokus pada pencegahan saja, sedangkan penindakan diserahkan kepada polisi dan jaksa saja. Padahal nomenklatur KPK saja pakai pemberantasan bukan pencegahan korupsi. Meskipun fungsi pencegahan dan penindakan sama pentingnya dalam menyelamatkan peradaban Indonesia akibat korupsi," kata Maneger dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, 2 September 2015.

Menurutnya, perspektif seperti ini oleh publik dinilai akan berbahaya dan sebagai usaha untuk mengebiri peran KPK. Termasuk beberapa sosok yang berpotensi bukan untuk memperkuat KPK tetapi justru melemahkan KPK.

Selama ini, lanjut dia, publik meyakini kekuatan KPK terdapat pada sistem dan tata kelola kelembagaannya yang relatif sudah bagus. Kemudian soliditas pimpinan dan staf KPK yang menerapkan secara keras syarat integritas, kredibilitas dan akuntabilitas serta secara keras memastikan tidak ada pembocoran dalam rencana tangkap tangan oleh siapa pun di lingkungan KPK.

"Pembocoran tak termaafkan dalam KPK. Ini bisa dipahami karena KPK memilki kewenangan yang luar biasa, termasuk dalam penyadapan. Publik bisa memahami sekira ada pimpinan dan staf KPK yang membocorkan rencana tangkap tangan KPK misalnya, sesuatu yang tak termaafkan," ujar dia.

Manager juga menilai klasifikasi yang dilakukan Pansel KPK terhadap calon yang lolos, dengan membagi calon yang lolos berdasarkan empat komptensi, yakni bidang pencegahan,  penindakan, manajemen, dan supervisi, koordinasi serta monitoring, tidak tepat dan memetakonflik DPR.

"Bukankah Pansel tahu bahwa sudah terdapat dua nama lain, yakni Busyro Muqodas dan Robby Arya Brata yang sudah lolos proses seleksi dan uji kelayakan di Komisi III DPR. Kedua nama ini akan ditempatkan di mana. Mengingat keduanya lolos di tahap seleksi dengan Timsel yang berbeda," papar Manager.

Komnas HAM Tak Dilibatkan

Wakil Ketua DPR Khawatir Capim KPK Tak Diperkuat Jaksa

Selain itu, hal lain yang disoroti publik, di samping perspektif korupsi, adalah soal perspektif HAM. Komnas HAM RI, menurut Manager, sebagai Pelapor Khusus Komnas HAM tentang Korupsi dan HAM, merasa tidak dimintai pandangan oleh Pansel KPK berkaitan dengan rekam jejak HAM calon.

Padahal, sesuai dengan keputusan Rapat Paripurna Komnas HAM, kejahatan korupsi di Indonesia merupakan kejahatan yang sangat luar biasa (extra ordinary crimes), sehingga secara kelembagaan Komnas HAM menganggap bahwa korupsi adalah pelanggaran HAM.

Komnas HAM berpandangan bahwa kejahatan korupsi sudah telah berurat berakar dalam hampir seluruh sendi kehidupan masyarakat Indonesia, sehingga kejahatan korupsi dapat disetarakan dengan jenis pelanggaran HAM yang berat (gross violation of human rights).

Apapun keputusannya, Manager berharap DPR sebagai penyeleksi terakhir bisa terbuka dan memperhatikan kelemahan-kelemahan Pansel KPK, serta dengan arif memilah dan memilih mana-mana calon yang berpotensi bermasalah.

"Saya sungguh percaya masih banyak anggota Komisi III DPR RI yang berkomitmen untuk pemberantasan korupsi dan pemenuhan HAM yang adil dan beradab," ucapnya.

Fahri Hamzah

Fahri Hamzah: Jaksa di Pimpinan KPK untuk Perkuat Koordinasi

Fahri tuding Pansel KPK tak kompak, ada tarik menarik loloskan jaksa

img_title
VIVA.co.id
26 November 2015