Pilkada Serentak 2015

KPU: 58 Daerah Dilaporkan Terjadi Politik Uang

Ketua KPU Arief Budiman.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Fanny Octavianus
VIVA.co.id - Sebanyak 100 juta pemilih di 32 provinsi telah memberikan hak suaranya untuk memilih kepala daerah dalam pilkada serentak pada 9 Desember 2015. Meski dianggap berjalan aman dan lancar, pilkada serentak itu masih diwarnai praktik-praktik kotor, seperti politik uang.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan, walau jauh-jauh hari telah mengampanyekan antipolitik uang bagi para pemilih, Komisi mendapat laporan terjadi praktik politik uang di puluhan wilayah.

"Yang masuk (laporan) ke kami (KPU), (praktik politik uang) ada di 58 daerah. Tadi saya juga melihat di beberapa berita, Bawaslu atau Panwaslu juga menemukan adanya money politic (politik uang)," ujar Komisioner KPU, Arief Budiman, kepada wartawan di Jakarta, Rabu, 9 Desember 2015.

Meski begitu, Arief belum mau menjabarkan daerah mana saja yang dilaporkan telah terjadi politik uang karena diperlukan penelusuran dan penyelidikan. KPU berjanji menelusuri seberapa besar permainan kotor dalam pilkada serentak itu.

Pilkada Serentak 2017, Ini Harapan Bawaslu
Arief menjelaskan, walau masih banyak laporan tentang poltik uang dalam pilkada serentak, dia memastikan hal itu masih dalam skala yang kecil.

Ketua KPU: Ahok Siap-siap Kena Sanksi Bawaslu
"Nanti kita lihat berapa temuan yang terjadi, berapa besar nilainya, di mana saja, kita lihat dulu," kata Arief.

Risma Maju, Persaingan Pilkada DKI Bakal Makin Seru
Laporan Mendagri

Mengenai pernyataan Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, yang mengakui bahwa dalam pilkada ini hampir seluruh daerah terjadi politik uang, Arief mengaku akan menelusuri lebih jauh kevalidan informasi itu.

Menurutnya, untuk menelusuri kebenaran adanya politik uang, KPU butuh waktu untuk memastikannya. Soalnya pilkada yang digelar di 264 wilayah, KPU mengaku kesulitan untuk mengecek satu per satu.

“Ada 264 daerah dengan sekian juta pemilih, dengan sekian banyak kecamatan, macam-macam. Terlalu besar Indonesia ini. Kalau memang benar ada data itu, data itu seberapa banyak. Apakah data itu bisa menyimpulkan kejadian secara general (keseluruhan) di Indonesia," ujar Arief. (ase)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya