Lamborghini Maut Surabaya Melaju 95 Km Sebelum Celaka

Terdakwa Wiyang Lautner saat sidang di Pengadilan Negeri Surabaya pada Rabu, 24 Februari 2016.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Nur Faishal
VIVA.co.id - Analis Traffic Accident Analysis (TAA) pada Laboratorium Forensik Polda Jatim, Ajun Inspektur Polisi Satu Andik Suroto, dihadirkan dalam sidang perkara Lamborghini maut di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu sore, 24 Februari 2016. Dia bersaksi untuk dimintai pendapat tentang kecepatan mobil super itu.
 
Saksi Andik berpendapat, dalam mengukur kecepatan Lamborghini maut, tim TAA memulainya dari pertama kali mobil mengalami celaka, yakni ketika ban kanan belakang mobil naik ke pembatas jalan, sesaat setelah zigzag usai menyalip mobil taksi biru dari sisi kiri.
 
Lindasan pembatas jalan menimbulkan goresan sepanjang 53 meter, dari titik awal goresan hingga titik Lamborghini berhenti setelah menabrak pohon. TAA menganalisis kecepatan mobil dari bekas goresan, benda yang ditabrak, dan bekas tabrakan di pohon.
 
Semua data tempat kejadian perkara (TKP) yang tampak itu difoto lalu dipindai (scan). Hasil scan TKP dimasukkan ke aplikasi TAA yang sudah dipatenkan, sesuai jenis mobil yang mengalami kecelakaan. "Hasil analisis TAA, kecepatan mobil 95,2 kilometer per jam," kata Andik.
 
Misteri Lamborghini Maut Surabaya Segera Diungkap
Timbul perdebatan gayeng ketika Ketua Majelis Hakim, Burhanudin, bertanya kepada saksi kemungkinan kecepatan mobil sebelum tabrakan terjadi. Sebab kecepatan mobil kemungkinan besar turun setelah menabrak benda. 
 
Lautner, Si Pengemudi Lamborghini Maut Diadili Pekan Depan
"Sangat mungkin, kan, kecepatan sebelum kecelakaan lebih tinggi dari 95 kilometer per jam. Apa itu dianalisis juga?” tanya Burhanudin. Saksi menjawab analisis dilakukan hanya saat mobil menabrak.
 
Unik, Barang Bukti Lamborghini Maut Ditandai dengan Barcode
Hakim anggota, Mangapul Girsang, melempar alternatif pendapat lain. Menurutnya, bisa jadi mobil justru lebih kencang pada saat awal Lamborghini naik ke pembatas jalan. "Karena panik refleks pengemudi menginjak gas, padahal saraf otaknya memerintahkan menginjak rem," ujarnya.
 
Mangapul lalu menanyakan pendapat saksi soal argumentasinya itu. Saksi Andik menjawab, "bisa jadi." Tapi dia menegaskan bahwa pengukuran kecepatan oleh TAA berdasarkan data yang didapatkan di TKP.
 
Pengacara terdakwa Wiyang, Ronald Napitupulu, meragukan keterangan saksi dari Polda Jatim itu. Apalagi saksi tidak mengantongi sertifikat keahlian dalam mengukur kecepatan mobil. "Saksi tidak memegang sertifikat ahli," katanya.
 
Ditanya soal hasil rekaman CCTV Hotel Everbright yang menggambarkan laju mobil Ferrari merah dan Lamborghini yang terlihat melesat cepat saat menyalip mobil taksi biru sebelum celaka, Ronald menjawab, "Perlu dibuktikan CCTV dari jaksa itu. Karena saksi Bambang juga mengantongi CCTV lain," ujarnya.
 
Kasus kecelakaan maut yang melibatkan Lamborghini terjadi di Jalan Manyar Kertoarjo, Surabaya, pada Minggu pagi, 29 November 2015. Lamborghini yang melaju dengan Ferrari merah tiba-tiba oleng ke kiri dan menabrak warung STMJ berikut tiga orang di warung itu.
 
Akibatnya, Kuswarijo, meninggal di tempat setelah diseruduk Lamborghini. Dua orang lain, Mujianto dan Sri Kanti Rahayu, mengalami luka. Pengemudi Lamborghini, Wiyang Lautner, kini diadili akibat peristiwa itu. Dia terancam enam tahun penjara.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya