Komnas HAM Tak Percaya Seorang Terduga Teroris Mati Wajar

Komisioner Komnas HAM, Siane Indriyani.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dody Handoko
VIVA.co.id - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tak mempercayai keterangan polisi bahwa seorang terduga teroris mati dengan wajar setelah ditangkap di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, pada Rabu lalu, 9 Maret 2016.
Enam Terduga Teroris di Batam Ternyata Otak Bom Solo
 
Komnas menengarai ada unsur penyiksaan, atau penganiayaan terhadap terduga teroris bernama Siyono, bukan meninggal dunia akibat “kelelahan dan lemas”, sebagaimana disebut Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri).
Kasus Tragedi 1965 Harus Diselesaikan
 
“Kita meragukan Densus (Detasemen Khusus 88 Antiterori Mabes Polri), karena 90 persen terduga teroris mengalami penyiksaan,” kata komisioner Komnas HAM, Siane Indriyani, melalui keterangan tertulis yang diterima VIVA.co.id pada Minggu 13 Maret 2016.
Muhammadiyah: Draf RUU Terorisme Tak Lindungi HAM Tersangka
 
Komnas menuntut polisi mengautopsi jenazah Siyono dan mengumumkan secara terbuka kepada publik hasilnya, agar masyarakat mengetahui pasti penyebab kematiannya.
 
“Jika tidak, Densus berarti harus bertanggung jawab atas kematian Siyono. Kenapa takut lakukan autopsi, jika kematian Siyono wajar,” kata Siane.
 
Menyerang aparat
 
Ihwal kabar kematian Siyono muncul ke publik pada Sabtu kemarin, 12 Maret 2016. Namun, Siyono dilaporkan meninggal dunia pada 9 Maret, setelah ditangkap aparat Densus 88 di Klaten pada sehari sebelumnya.
 
Mabes Polri menyebut kematian Siyono bukan karena penyiksaan, atau penganiayaan maupun ditembak, melainkan akibat kelelahan dan lemas.
 
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigadir Jenderal Polisi Agus Rianto, menjelaskan bahwa Siyono ditangkap sebagai hasil penyelidikan terhadap terhadap seorang tersangka lain berinisial T alias AW.
 
Polisi meyakini Siyono menyimpan senjata api, tetapi dia membantah dan mengatakan bahwa senjata itu sudah diserahkan kepada orang lain.
 
Siyono, kemudian digelandang aparat Densus 88 untuk menunjukkan orang, sekaligus tempat tinggal yang menerima senjata api itu pada Rabu 9 Maret 2016.
 
“Namun, setelah tiba di lokasi, ternyata yang bersangkutan tidak dapat menunjukkan rumah dimaksud, termasuk orang yang disebutkan,” kata Rianto dihubungi VIVA.co.id pada Sabtu malam.
 
Aparat, kemudian membawa kembali Siyono, setelah pencarian lokasi selama dua jam. “Namun, di perjalanan tersangka melakukan perlawanan terhadap anggota dan menyerang anggota yang mengawal dan akhirnya terjadi perkelahian di dalam mobil. Setelah situasi dapat dikendalikan, tersangka kelelahan dan lemas.”
 
Polisi akhirnya membawa Siyono ke Rumah Sakit Bhayangkara di Yogyakarta pada Selasa siang. “Lima menit kemudian dokter yang merawat menginfokan, ternyata nyawa tersangka tidak dapat ditolong dan meninggal dunia di Rumah Sakit,” ujar Rianto.
 
Jenazah Siyono akhirnya dibawa ke Rumah Sakit Polri di Jakarta. Lalu, diserahkan kepada keluarga pada Sabtu sore, 12 Maret.
 
(asp)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya