Pembebasan 10 WNI, Pemerintah Bayar Tebusan?

Sepuluh Warga Negara Indonesia yang dibebaskan kelompok Abu Sayyaf di Filipina saat di kediaman Gubernur Sulu, Minggu (1/5/2016)
Sumber :
  • VIVA.co.id/Inquirer.net

VIVA.co.id - Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Ansyaad Mbai, menyatakan  setiap penyandera biasanya meminta tebusan untuk melepas tawanannya. Dalam kasus sepuluh Warga Negara Indonesia (WNI) yang dibebaskan pada Minggu 1 Mei 2016 oleh kelompok Abu Sayyaf, Filipina ini, pemerintah Indonesia sendiri mengaku tidak menggunakan uang tebusan untuk pembebasan.

"Teroris itu yang paling efekif strateginya ya memenuhi keinginannya (membayar tebusan). Kalau keinginannya tercapai, selesai," kata Ansyaad usai bertemu Presiden Jokowi sebagai anggota Panitia Seleksi (Pansel) anggota Kompolnas, di Istana Merdeka, Jakarta, Senin, 2 Mei 2016.

Awalnya, penyandera meminta tebusan hingga 50 juta peso atau setara dengan Rp15 miliar. Namun berkali-kali Presiden Jokowi hingga Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan, menegaskan pemerintah tidak akan memenuhi keinginan itu.

Hanya saja perusahaan dari 10 WNI itu yang bersedia membayar. Ansyaad mengungkapkan bahwa dalam peraturan internasional, pemerintah suatu negara tidak boleh membayar uang tebusan.

"Ini standar konvensi UN, no concession policy, no ransom pay policy. Konsesi itu misalnya penyandera meminta ditukar dengan teman mereka yang dipenjara, itu tidak boleh. Kemudian membayar ransom, itu juga tidak boleh," ujar dia.

Hampir semua penyandera memiliki keinginan untuk pembayaran uang tebusan. Namun, lanjut Ansyaad, biasanya tidak diberikan oleh negara karena menyalahi peraturan internasional tersebut.

"Tapi pihak keluarga, swasta atau mana pun. Kalau negara, ya kita menyalahi konvensi PBB dan negara kita kalah dong dari teroris," katanya.

Sebelumnya, 10 warga negara Indonesia yang disandera kelompok bersenjata Abu Sayyaf di Filipina berhasil dibebaskan, Minggu 1 Mei 2016.

Abu Sayyaf Ledakkan Bom di Filipina, 9 Orang Tewas

Seluruh sandera yang merupakan awak kapal Brahma 12 yang dibajak pada 26 Maret 2016 di perairan Filipina itu dilepaskan di kediaman Gubernur Sulu, Abdusakur Tan II, oleh orang tak dikenal.

(ren)

Dikenal Brutal, Tokoh Sentral Abu Sayyaf Serahkan Diri
Ilustrasi - Karyawan memeriksa kondisi suhu envirotainer berisi bahan baku vaksin COVID-19 buatan Sinovac saat tiba di kantor Bio Farma, Bandung, Jawa Barat, Minggu, 20 Juni 2021.

Kaleidoskop 2021: Lonjakan COVID-19, KRI Nanggala hingga Herry Cabul

Sepanjang 2021, terjadi berbagai peristiwa yang menjadi perhatian, mulai dari lonjakan kasus COVID-19, tenggelamnya KRI Nanggala-402 hingga terkuaknya kasus asusila.

img_title
VIVA.co.id
24 Desember 2021