KPK Periksa Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

Pintu ruangan kerja Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution disegel KPK usai penggeledahan di Gedung PN Pusat, Kemayoran, Jakarta, Rabu (20/4/2016)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf

VIVA.co.id – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution pada Rabu, 11 Mei 2016.

Sambangi KPK, Anak Rhoma Irama Bantah Main Proyek: Cuma Joki Kuda

Dia akan diperiksa terkait kasus dugaan suap "pengamanan" perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka DAS (Doddy Aryanto Supeno)," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati.

KPK Duga Banyak Pihak Terima Uang Haram Proyek Fiktif Waskita Karya

Pada kasus yang terungkap dari tangkap tangan ini, baik Edy dan Doddy telah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik KPK. Edy diduga sebagai pihak yang telah menerima suap dari Doddy.

Pada saat tangkap tangan, Edy diduga telah menerima uang sebesar Rp50 juta dari Doddy. Namun diduga telah ada pemberian uang sebelumnya dari pihak yang sama sebesar Rp100 juta.

KPK Usut Dugaan Korupsi Proyek Infrastruktur di Kota Banjar

KPK menduga terdapat lebih dari satu "pengamanan" perkara yang telah dilakukan oleh Edy. Salah satu perkara yang diduga diamankan adalah terkait pengajuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) oleh PT Kymco Lippo Motor lndonesia.

"Ya salah satu dugaannya adalah sengketa perkara Kymco," kata Yuyuk Andriati dalam pesan singkatnya saat dikonfirmasi pada Senin, 9 Mei 2016

Berdasarkan informasi yang dihimpun, Kymco Lippo sempat dimohon pailit oleh sejumlah kreditur di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Permohonan pailit tersebut kemudian dikabulkan pengadilan bahkan hingga tingkat PK.

Kymco lalu diharuskan membayar terhadap pihak penggugat pailit dalam batas waktu yang telah ditentukan. Namun Kymco kemudian mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) agar tidak perlu dipailitkan.

Diduga, terjadi suap dalam mengajukan PKPU tersebut ke PN Jakarta Pusat lantaran batas waktu pengajuannya telah melewati tenggat waktu. Hal tersebut yang diduga menjadi dasar terjadinya suap kepada Edy Nasution.

Selain menerima suap, Edy juga diduga dijanjikan uang hingga Rp500 juta. Pada saat ditangkap, KPK menemukan uang Rp50 juta. Namun pada perkembangannya, KPK juga menemukan indikasi penerimaan lain oleh Edy sebesar Rp100 juta.
 
Usai Edy dan Doddy ditangkap, KPK langsung melakukan pengembangan. Salah satunya adalah melakukan penggeledahan di sejumlah tempat termasuk kantor dan rumah Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi. KPK kemudian menemukan dan menyita uang dalam bentuk beberapa mata uang asing senilai Rp1,7 miliar.

Namun belum diketahui pasti keterkaitan Nurhadi dalam kasus ini. KPK menengarai bahwa Nurhadi pernah berkomunikasi dengan beberapa pihak dari Lippo

(mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya