Propaganda Simbol PKI Hanya Romansa Masa Lalu

Stiker palu arit menempel di tiang listrik
Sumber :
  • Aji YK Putra/ VIVA.co.id

VIVA.co.id – Kemunculan simbol-simbol paham komunis di Indonesia dinilai hanya sebatas propaganda, sekaligus pergeseran opini oleh kelompok yang berkepentingan.

Ada Halte Berbentuk Palu Arit di Cileungsi Bogor, Cek Faktanya

Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran, Bandung, Muradi menjelaskan, masalah itu jangan sampai memunculkan respons berlebihan masyarakat, seperti pembubaran diskusi tentang perbedaan paham hingga pembakaran buku-buku berbau paham komunis.

“Kita patut waspada terhadap kemungkinan kemunculan organisasi terlarang. Yang jadi masalah adalah responsnya, jangan sampai berlebihan. Kalau kemudian dianggap sebagai ancaman, TNI-Polri tentu punya cara tersendiri,” kata Muradi di Bandung, Sabtu 21 Mei 2016.

HOAX: Di Zaman Jokowi Monumen Palu Arit Boleh Berdiri

Muradi menilai, respons yang ditunjukkan kelompok masyarakat tertentu dan pemerintah terhadap diskusi yang berbau paham-paham tertentu, masih terlalu berlebihan.

“Para mahasiswa membahas perbedaan ideologi dalam ruang diskusi itu untuk melihat bahwa dulu pernah ada beragam ideologi. Bukan lantas untuk menumbuhkan ideologi tertentu karena itu sudah usang,” tuturnya.

Cek Fakta: Istilah Kadrun Berasal dari PKI

Menurutnya, pergerakan adu domba dengan pemunculan kembali simbol-simbol Partai Komunis Indonesia (PKI) harus diwaspadai. “Kelompok kiri itu hanya sebatas romantisme masa lalu. Ini barang lama,” ungkapnya.

Selain itu, Kasdam III Siliwangi, Brigjen TNI Wuryanto menambahkan, keinginan kuat agar paham komunis tidak tumbuh berkembang kembali di negeri ini jangan teralihkan dengan propaganda sekelompok orang, yang justru memutarbalikkan fakta sejarah.

Menurutnya, banyak yang belum paham sejarah pemberontakan tahun 1948, PKI, maupun G30S tahun 1965 itu. Fakta secara akademis yang ada dan dokumentasi lengkap tentang apa dan bagaimana PKI merencanakan pemberontakan perlu diketahui masyarakat.

“Fakta-fakta sejarah itu harus diluruskan,” katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya