Bos Agung Podomoro Didakwa Menyuap Anggota DPRD DKI

Mantan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja, ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Sumber :
  • Taufik Rahadian

VIVA.co.id – Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Tbk, Ariesman Widjaja, didakwa telah memberikan suap miliaran rupiah kepada Mohamad Sanusi, anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta yang juga anggota Badan Legislatif Daerah. Dalam sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta, Ariesman didakwa bersama-sama dengan asisten pribadinya, Trinanda Prihantoro, memberikan uang suap sebesar Rp2 miliar kepada Sanusi.

Eks Presdir Podomoro Divonis Ringan, LBH Desak KPK Banding

Suap diberikan dengan maksud agar Sanusi membantu mempercepat pembahasan dan pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

"Serta mengakomodir pasal-pasal sesuai keinginan terdakwa selaku Presdir PT Agung Podomoro Land Tbk dan Direktur Utama PT Muara Wisesa Samudra, agar mempunyai legalitas untuk melaksanakan pembangunan di Pulau G Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta," kata Jaksa Ali Fikri membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak PIdana Korupsi, Jakarta, Kamis, 23 Juni 2016.

Eks Presdir Agung Podomoro Divonis Tiga Tahun Penjara

Menurut Jaksa Penuntut Umum, perbuatan Ariesman dan Trinanda adalah perbuatan pidana yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Kronologi Perkara

Jadi Staf Politik Ahok, Sunny Juga Urus Reklamasi

Penuntut Umum menuturkan, PT Muara Wisesa Samudra, PT Agung Dinamika Perkasa dan PT Jaladri Kartika Pakci yang berada di bawah Agung Podomoro Land beserta PT Kapuk Naga Indah yang merupakan anak perusahaan Agung Sedayu Group, memerlukan adanya Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta sebagai dasar hukum mendirikan bangunan pada tanah reklamasi.

Perusahaan-perusahaan tersebut telah mengantongi Izin Prinsip dan Izin Pelaksanaan Reklamasi yang dikeluarkan pada saat kepemimpinan Fauzi Bowo dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Saat pembahasan Raperda berjalan di DPRD, Ariesman secara khusus menugaskan Trinanda untuk mengikuti perkembangan proses pembahasan serta mengkompilasi masukan dari beberapa pengembang reklamasi, termasuk PT Muara Wisesa Samudra.

Itu untuk memastikan semua hal yang akan disepakati dalam Raperda tersebut dapat diterima Ariesman selaku Dirut PT Muara Wisesa Samudra, yang juga menjabat sebagai Presdir PT Agung Podomoro Land.

Tim dari Badan Legislasi Daerah DPRD bersama pihak Pemprov mulai melakukan pembahasan pada awal Desemer 2015. Pertengahan bulan, terjadi pertemuan yang digelar di kediaman pendiri Agung Sedayu Group, Sugiyanto Kusuma alias Aguan di Taman Golf, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.

Pertemuan itu dihadiri antara Ketua DPRD, Prasetyo Edu Marsudi; Wakil Ketua DPRD yang juga Ketua Balegda, Mohamad Taufik; Anggota Balegda, Mohamad Sanusi; Anggota Balegda, Mohamad Sangaji alias Ongen; serta Ketua Fraksi PKS, Selamat Nurdin dengan Aguan dan Ariesman. Mereka membahas percepatan pengesahan Raperda.

Akhir bulan Januari 2016, Ariesman mengarahkan Sanusi untuk berkoordinasi dalam memasukkan kepentingan Agung Podomoro dalam draf Raperda. Termasuk Pasal 116 ayat (6) mengenai tambahan kontribusi, yang di dalamnya tertulis  tambahan kotribusi dihitung sebesar 15 persen dari nilai NJOP total lahan yang dapat dijual pada tahun tambahan kontribusi dikenakan.

Pertemuan kembali digelar di kantor Agung Sedayu Group di Harco Glodok Mangga Dua, Jakarta pada Februari 2016 antara Sanusi Aguan dan Richard Haliem Kusuma pada bulan Februari 2016.

Ketika itu, Aguan menyampaikan agar Sanusi menyelesaikan pekerjaannya terkait pembahasan dan pengesahan Raperda.

Pada saat pembahasan Raperda antara Balegda DPRD dan Pemprov tanggal 15 Februari 2016, Sanusi meminta agar tambahan kontribusi 15 persen tidak dicantumkan dalam Raperda, karena dinilai memberatkan pengembang.

Pada pembahasan keesokan harinya, Sanusi mengungkapkan hal yang sama dan mengusulkan agar poin tambahan kontribusi diatur dalam Pergub.

Masukan tersebut kemudian dilaporkan kepada Ahok selaku Gubernur dan dia menyetujui usulan tersebut.

Pertemuan kembali digelar di kantor Agung Sedayu Group tanggal 1 Maret 2016, antara Ariesman, Aguan, Richard dan Sanusi.

Ketika itu Ariesman meminta agar tambahan kontribusi dihilangkan. Namun, Sanusi menjawab bahwa poin tersebut tidak bisa dihilangkan, tapi bisa diatur dalam Pergub.

Pada pertemuan selanjutnya tanggal 3 Maret 2016, Ariesman kembali menyampaikan pada Sanusi bahwa besaran 15 persen tambahan kontribusi memberatkan pihaknya.

Dia menjanjikan uang Rp2,5 miliar kepada Sanusi jika Pasal Tambahan Kontribusi dimasukkan dalam pasal penjelasan dengan menggunakan konversi. Atas permintaan itu, Sanusi menyetujuinya.

Sanusi kemudian menyampaikan kepada Mohamad Taufik mengenai keberatan Ariesman tersebut. Sanusi lantas mengubah penjelasan Pasal 110 ayat (5) huruf c menjadi 'tambahan kontribusi adalah kontribusi tambahan yang dapat diambil diawal dengan mengkonversi dari kontribusi (5 persen) yang akan diatur dengan perjanjian kerja sama antara Gubernur dan Pengembang'.

Namun usulan tersebut ditolak Ahok yang kemudian menulis disposisi 'Gila, kalau seperti ini bisa pidana korupsi' dan mengirimkannya kepada Mohamad Taufik.

Taufik kemudian memerintahkan Dameria Hutagalung mengubah penjelasan kontribusi tambahan menjadi 'yang dimaksud dengan kewajiban tambahan kontribusi adalah kewajiban yang disepakati dalam perjanjian kerja sama antara Pemda dan pemegang izin reklamasi dalam rangka penataan kembali daratan Jakarta, terkait dengan pelaksanaan konversi kewajiban konstruksi'.

Tanggal 11 Maret 2016, Sanusi yang dihubungi Trinanda menjelaskan bahwa sudah ada pembahasan mengenai nilai kontribusi tambahan diambil dari NJOP kontribusi yang 5 persen, bukan dari NJOP keseluruhan tanah yang dijual.

Sanusi melalui staf pribadinya, Gerry Prasetya kemudian meminta uang kepada Ariesman melalui Trinanda. Penyerahan uang pertama kali dilakukan pada 28 Maret 2016 yakni sebesar Rp1 miliar.

Penyerahan kedua uang sebesar Rp1 miliar dilakukan pada 31 Maret 2016 oleh Trinanda kepada Gerry. Namun pada saat setelah uang diserahkan pada Sanusi di FX Mall Senayan, petugas KPK keburu melakukan penangkapan.

Petugas KPK melakukan penangkapan terhadap Sanusi dan Trinanda. Besoknya yakni tanggal 1 April 2016, Ariesman menyerahkan diri kepada KPK.

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya