KPK Periksa Staf Pribadi Ketua DPRD DKI Jakarta

Pelaksana Harian Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK, Yuyuk Andriati
Sumber :
  • ANTARA/Andrea Asih

VIVA.co.id - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap dua orang staf pribadi pimpinan DPRD Provinsi DKI Jakarta, Jumat, 24 Juni 2016. Keduanya adalah Max Pattiwael, staf pribadi Ketua DPRD, Prasetyo Edi Marsudi, serta Jahja Djokja, staf pribadi anggota Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD, Muhammad Sangaji.

3 Tahun Anies Jabat Gubernur DKI, Nasdem Soroti Reklamasi Ancol

Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha menyebut keduanya akan diperiksa dalam kasus dugaan suap pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) mengenai Reklamasi. Menurut Priharsa, kedua orang itu diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan Mohamad Sanusi.

"Keduanya diperiksa sebagai saksi," kata Priharsa.

Anies Menang Gugatan, MA Tolak Kasasi Penghentian Reklamasi Pulau M

Selain kedua orang itu, penyidik juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap tiga orang saksi lain dari swasta. Mereka adalah karyawan PT Kedaung Propertindo, Feri Hendrayanto; karyawan PT Agung Sedayu Group, Heliawati alias Lia serta seorang wiraswasta bernama Trian Subekhi.

Kasus ini terungkap setelah KPK menangkap tangan Presiden Direktur Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja, dan anak buahnya yang bernama Trinanda Prihantoro serta Ketua Komisi D DPRD DKl Jakarta Mohammad Sanusi.

Reklamasi Ancol, Persatuan Alumni 212 Tegaskan Anies Tak Ingkar Janji

Ariesman dan Trinanda disangka telah memberikan suap kepada Sanusi sebesar miliaran rupiah. Diduga, uang tersebut terkait Raperda tentang Reklamasi yang tengah dibahas di DPRD DKl Jakarta.

Suap diduga diberikan terkait pembahasan Raperda tentang Zonasi wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.

Dua Raperda tersebut diketahui memuat aturan-aturan terkait proyek reklamasi dan menuai polemik dalam pembahasannya hingga berkali tertunda. Disinyalir pembahasannya mandek lantaran terkait dengan aturan soal nilai tambahan kontribusi yang harus diberikan pengembang ke pemerintah sebesar 15 persen.

Diduga hal tersebut yang menjadi alasan penyuapan dari bos Agung Podomoro kepada pihak DPRD DKI Jakarta. Namun diduga terdapat anggota DPRD lain yang turut menerima suap dari pengembang reklamasi lainnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya