Syarat Perkarakan Kasus Vaksin Palsu Harapan Bunda

Crisis Center RS Harapan Bunda
Sumber :
  • Viva.co.id/Rintan Puspitasari

VIVA.co.id – Aliansi Korban Vaksin Palsu Harapan Bunda membuat crisis centre, yang digunakan untuk menampung semua data anak yang mendapat vaksin dari rumah sakit (RS) yang terletak di Kramatjati, Jakarta Timur. Crisis centre yang baru dibuat hari ini, Minggu, 17 Juli 2016, langsung dipadati orangtua pasien.

Tiga Kasus Vaksin Terheboh Sepanjang 2017

Mereka secara sukarela membuat surat pernyataan di atas materai. Surat itu nantinya akan digunakan untuk membawa kasus penggunaan vaksin palsu ke ranah hukum.

Herlin memastikan, pihaknya telah mendapat dukungan dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Komisi untuk Orang Hilang dan korban Tindak Kekerasan (Kontras) untuk melakukan tuntutan hukum. Mereka juga telah menyurati Lembaga Perlindungan Anak (LPA) yang dipimpin oleh Seto Mulyadi atau Kak Seto.

Pembuat Vaksin Palsu Minta Dibebaskan dari Hukuman

"Kami mau ke ranah hukum, makanya kita ingin orangtua solid. Kami juga sudah gandeng pengacara YLBHI," kata Herlin.

Bagi orangtua yang ingin ikut membawa kasus ini ke ranah hukum, beberapa hal yang perlu disertakan, antara lain fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) orangtua, kartu keluarga, kartu berobat anak, data imunisasi, dan surat pernyataan di atas materai seperti, contohnya di bawah ini.

7 dari 24 Tersangka Vaksin Palsu Dijerat Pencucian Uang

Contoh surat pernyatan perkarakan kasus vaksin palsu

Sementara itu, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menegaskan bahwa tidak semua imunisasi yang telah dilakukan 14 rumah sakit menggunakan vaksin palsu. Selain itu, juga terdapat perbedaan waktu penggunaan vaksin palsu di setiap rumah sakit.

"Imunisasi pada 14 rumah sakit itu tidak semuanya menggunakan jenis vaksin palsu," kata Maura Linda Sitanggang, Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan dalam rilisnya kepada VIVA.co.id.

Ketua Satuan Tugas (Satgas) Vaksin Palsu itu menjelaskan bahwa mayoritas jenis vaksin palsu yang digunakan rumah sakit tersebut, yakni pediacel dan tripacel. Kedua vaksin ini merupakan vaksi impor. Hasil pendalaman Satgas, Dari 14 rumah sakit itu, juga berbeda waktu menggunakan vaksin palsu.

"Ada yang beberapa bulan di tahun 2016,  ada yang tahun lalu, ada juga mulai tahun 2014, jadi tidak sama," ujar Maura.

Penjelasan ini meluruskan persepsi salah yang berkembang setelah diumumkannya 14 rumah sakit yang diduga menggunakan vaksin palsu. Oleh karena itu, Maura, menuturkan bahwa Satgas bekerja cepat menuntaskan pendataan dan verifikasi nama pasien yang menerima vaksin palsu. Selanjutnya, Satgas menyiapkan langkah-langkah dilakukannya imunisasi ulang. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya