Tangkap Irman Gusman, Ini Pesan KPK untuk Pejabat Lain

Konperensi pers di KPK
Sumber :
  • VIVA.co.id/Eka Permadi

VIVA.co.id – Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif meminta kasus ditangkapnya Ketua DPD, Irman Gusman dalam kasus kuota impor gula sebagai pelajaran bagi pejabat lain. 

Divonis Bersalah, Irman Gusman Masih Terima Gaji dari DPD

"Kami mengimbau kepada para pejabat, legislatif, eksekutif, yudikatif, aparat penegak hukum, termasuk para pengusaha, tolong jangan lagi mengulang hal seperti ini. KPK prihatin dan rakyat Indonesia juga sangat prihatin," ujar Laode di gedung KPK, Jakarta, Sabtu 17 September 2016.

Laode memastikan KPK akan terus mengawasi berbagai penyelewengan di sektor pangan. "Pangan ini sangat penting dan untuk kesejahteraan rakyat semua, dan merupakan program pemerintah yang sangat dikhususkan kepentingannya," ungkapnya.

Hak Politik Irman Gusman Dicabut

Laode mengatakan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Irman merupakan pengembangan dari kasus PN Padang dalam perkara penjualan gula tanpa SNI. "Ternyata di dalam pengembangan kasus itu, diketahui berhubungan dengan bapak IG. Oleh karena itu maka penetapannya IG sebagai tersangka," kata Laode.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata menjelaskan dalam perkara terpisah di PN Padang, Sumatera Barat ini KPK telah menetapkan tersangka FZL (Farizal) yang berstatus Jaksa. 

Irman Gusman Divonis 4,5 Tahun Penjara

Alexander menambahkan, FZL adalah jaksa yang mendakwa XSS di PN Padang dalam perkara penjualan gula tanpa SNI. "XSS diduga memberi uang sejumlah Rp365 juta untuk membantu mengurus perkara kepada FZL," ungkapnya. 

Selain itu FZL juga mengatur saksi yang menguntungkan bagi terdakwa dalam kasus penjualan gula impor tanpa SNI ini. Atas perbuatan tersebut KPK menjerat, FZL sebagai penerima suap dengan Pasal 12 huruf a, huruf b, atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah Nomor 20 Tahun 2001.  

Sedangkan para pemberi suap Direktur CV SB, Xaveriandy Sutanto (XXS) KPK menjerat dengan pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagai mana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHAP. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya