Komnas HAM Ingatkan Reklamasi Langgar UUD

Proyek Reklamasi Teluk Jakarta Akhirnya Dilanjutkan
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

VIVA.co.id – Anggota Komnas HAM, Siane Indriani mengatakan, kasus reklamasi Teluk Jakarta dan Teluk Benoa, memiliki kesamaan. Menurut dia, keduanya terbukti melanggar UUD 1945 Pasal 1, 2, 3 dan 4.

Komnas HAM Persilahkan Bintang Emon Melapor

"Masyarakat di sekitar dua teluk ini memiliki kemiripan bahwa mereka menolak reklamasi karena ada banyak hal di antaranya adanya potensi pelanggaran UUD 1945 Pasal 1, 2, 3, dan 4." ujar Siane dalam diskusi grup terfokus yang diadakan di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Selasa, 25 Oktober 2016.

Ia mengatakan, pasal tersebut secara tegas melarang adanya penguasaan sumber daya alam di tangan perorangan atau pihak-pihak tertentu maupun golongan. Dengan kata lain, monopoli, oligopoli maupun praktik kartel dalam bidang pengelolaan sumber daya alam dianggap bertentangan dengan prinsip Pasal 33 UUD 1945.

Komnas HAM Sayangkan Ulah Buzzer Membullying Bintang Emon

Pasal 33 UUD 1945, kata Siane, jelas menyebutkan bahwa sumber daya alam dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, monopoli pengaturan, penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan hubungan, hukumnya ada pada negara.

Selain itu, potensi pelanggaran HAM sangat bisa terjadi dalam proses penggusuran, kesejahteraan masyarakat dan hak untuk mendapatkan informasi akibat tidak transparannya proyek. Dia juga menilai adanya potensi pelanggaran HAM dalam hal mengemukakan pendapat karena ada banyak intimidasi kepada masyarakat yang menolak reklamasi.

Komnas HAM: Darurat Sipil Keliru, RI Darurat Pelayanan Kesehatan

"Ada kajian-kajian yang menyatakan bahwa dalam jangka panjang akan terjadi penggusuran kepada masyarakat yang tinggal di situ, mencari penghidupan di situ dan dia harus kehilangan tempat tinggalnya," ujar mantan jurnalis tersebut.

Melalui diskusi terfokus ini, Siane berharap, pemerintah bisa merespons dengan transparan penggunaan izin-izin SDA dan pertambangan. Dalam diskusi tersebut, hadir beberapa narasumber di antaranya perwakilan dari For Bali, KNTI, pakar reklamasi internasional dan perwakilan Kementerian Dalam Negeri.

Laporan: Avra Augesty

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya