Dorong Politik Berintegritas, KPK-LIPI Bikin Kode Etik

Komisioner KPK Basaria Panjaitan (kanan) dan Laode M. Syarif (tengah)
Sumber :
  • Lilis Khalisotussurur/ VIVA.co.id

VIVA.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi bersama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia meluncurkan Produk Politik Cerdas dan Berintegritas. Produk ini berupa naskah kode etik politisi dan partai politik, serta panduan ideal rekrutmen dan kaderisasi partai politik.

Integritas Firli Bahuri dan Komitmen Penegakan Hukum Irjen Karyoto

Menurut Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif, dua naskah ini diharapkan mampu mendorong iklim politik cerdas dan berintegritas, sehingga demokrasi bisa dijalankan secara jujur, berintegritas, serta memegang teguh komitmen memajukan bangsa, dan meningkatkan kesejahteraan umum.

"Kode etik politisi dan partai politik harus sejalan, senapas dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar, UU Kepartaian, UU pemilu eksekutif dan legislatif," kata Laode dalam peluncuran program ini Hotel J.S. Luwansa, Jalan H.R. Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis, 24 November 2016.

KPK Periksa Keponakan Surya Paloh

Agar berjalan efektif, Laode mensyaratkan empat hal untuk dilakukan para politisi dan partainya. Pertama, substansi kode etik ini agar dimasukkan ke dalam Undang-Undang tentang Partai Politik.

Kedua, naskah ini menjadi salah satu persyaratan mutlak, apabila negara akan memberikan dana kepada partai politik yang berasal dari APBN. Selanjutnya, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menjadikan naskah ini sebagai sebagian dari persyaratan mutlak saat partai politik mendaftarkan diri sebagai badan hukum.

KPK Setor Uang ke Kas Negara Rp1,1 Miliar dari Eks Pejabat Muara Enim

"Keempat, adanya tekanan masyarakat kepada partai-partai politik agar naskah ini terinternalisasi di dalam jiwa, pikiran, dan tindakan para politisi dan partai politik," kata Laode. 

Laode berharap, panduan ini dapat diadopsi partai politik dalam melakukan perbaikan dan perubahan positif, atas tata kelola internal. 

Menurutnya, KPK menaruh perhatian pada rekrutmen partai politik sebagai hal yang strategis bagi kehidupan demokrasi. Sebab, dari sini upaya perbaikan kualitas terhadap pengurus partai dan calon pejabat publik, bisa diwujudkan. "Karena itu, partai politik perlu melakukan terobosan-terobosan dan inovasi baru dalam menjaring anggota, kader, dan para calon pejabat publik," kata Laode.

Laode menambahkan, penyusunan dua naskah ini, adalah  bagian dari upaya pencegahan korupsi melalui perbaikan sistem dengan cara memperbaiki kebijakan. Sebab, dalam negara demokratis, peran dan fungsi partai politik sangat penting dalam mewujudkan aspirasi masyarakat.

"Kami menyadari, KPK perlu sinergi dan kerja sama dengan seluruh komponen bangsa untuk menyukseskan pekerjaan besar mewujudkan Indonesia yang bebas dari korupsi, mewujudkan peradaban baru Indonesia, mewujudkan cita-cita kemerdekaan kita dan menjadi bangsa yang unggul dan terhormat dalam pergaulan dunia."

Pada kesempatan ini, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto, menyatakan keprihatinannya terhadap proses rekrutmen dan kaderisasi partai politik yang tidak berjalan dengan baik selama ini. "Ternyata keprihatinan itu tidak sendirian, sebagaimana yang dirasakan KPK dan LIPI, dari keprihatinan ini kami semua berharap ada perbaikan," ujar Wiranto.

Dia melanjutkan, sejatinya politik memiliki tujuan mulia, salah satunya mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial. Hal itu dapat terwujud, asalkan suatu negara memiliki format politik yang jelas, kode etik, dan budaya politik yang baik. "Kalau begitu benar, politik akan membawa kebaikan," ujarnya.

Sementara Peneliti senior LIPI, Syamsudin Haris, menegaskan pentingnya kedua naskah ini. Pasalnya, proses demokrasi Indonesia ada ditangan parpol. "Kalau parpol dan politisi baik, akan baik juga masa depan bangsa, begitu juga sebaliknya," ujarnya. 

Terlebih, partai politik belum mendapatkan kepercayaan publik, dimana kualitas pemimpin yang dihasilkan belum sesuai harapan masyarakat. "Bahkan sebagian besar justru jadi pasien KPK," katanya.

Untuk diketahui, gagasan untuk mendorong partai politik yang berintegritas yang dilakukan KPK adalah respons balik masyarakat atas praktik korupsi politik serta praktik politik yang menyimpang lainnya. Sebanyak 32 persen perkara korupsi yang ditangani KPK menyeret aktor politik, seperti anggota DPR, DPRD dan kepala daerah.

(mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya