Yusril: Perlu Juga Ada Parpol yang Dibubarkan

Yusril Ihza Mahendra
Sumber :
  • Irwandi Arsyad/VIVA.co.id

VIVA.co.id – Kasus dugaan korupsi elektronik Kartu Tanda Penduduk (e-KTP) yang menyeret sejumlah petinggi partai politik, memunculkan wacana baru yakni pembubaran partai politik. Apabila, pimpinan partai dan partai itu terbukti ikut menikmati uang korupsi tersebut.

Korupsi e-KTP disebut mencapai Rp2,3 triliun dari total proyek sebesar Rp5,9 triliun. Pakar hukum tata negara yang juga Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra menilai, dalam iklim demokrasi saat ini perlu untuk partai politik diajukan ke Mahkamah Konstitusi untuk diusulkan dibubarkan.

"Langkah pembubaran itu sangat penting bukan saja untuk pembelajaran politik dan demokrasi, tetapi juga untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik di masa datang," kata Yusril dalam siaran persnya, Jumat, 10 Maret 2017.

Yusril menilai, perlu institusi hukum untuk memvonis bahwa partai politik tertentu yang telah melakukan perbuatan korupsi. Maka sesuai dengan undang-undang, MK yang diberi kewenangan itu.

"MK memang sangat perlu untuk memutuskan bahwa parpol yang melakukan korupsi adalah partai yang melakukan perbuatan yang merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara," ujar Yusril menjelaskan.

Dengan begitu, MK bisa memutuskan kalau perbuatan partai yang terlibat korupsi sebenarnya bertentangan dengan UUD 1945. Sehingga ada alasan hukumnya untuk membubarkan partai tersebut. "Karenanya cukup alasan konstitusional untuk membubarkannya," katanya.

Sebelumnya, Yusril mengatakan, partai politik sesuai dengan UU 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi dapat dibubarkan dengan permohonan dari pemerintah dengan sejumlah alasan. "Pembubaran partai politik itu harus dimohonkan oleh pemerintah ke MK. Alasannya bisa karena asas, ideologi, atau kegiatan yang bersangkutan membahayakan dan bertentangan dengan UUD 1945," ujar Yusril.

Tak terkecuali dalam kasus korupsi uang negara yang dilakukan partai politik melalui politisi dan kader partainya. "Partai menerima suap, itu kan tergantung dari pemerintah, apakah penerimaan suap itu sudah cukup alasan untuk mengajukan permohonan ke MK untuk membubarkan partai politik," katanya menambahkan.

Hanya saja, menurut Yusril hal tersebut tak mungkin dilakukan pemerintah saat ini. Sebab, partai pemenang pemilihan presiden dan wakil presiden lalu pun tak luput dari jeratan kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) tersebut.

"Ada enggak keinginan dan keberanian dari pemerintah sekarang untuk mengajukan pembubaran partai politik yang diduga menerima suap? Misal, pemerintahan Jokowi sekarang ini untuk membubarkan PDIP, kan enggak mungkin," terang dia.

Menurut Yusril, penting saat ini bagaimana KPK memproses dan membuktikan nama-nama yang disebut dua terdakwa kasus yang merugikan negara senilai Rp2,3 triliun tersebut.

"Jadi prosesnya harus dimulai dari dibuktikan lebih dulu. Misalnya setelah kasus tengah diadili oleh KPK terhadap dua pejabat Kemendagri. Kalau itu terbukti, lalu memfollow up nama-nama yang terlibat, ditindaklanjuti dengan penyidikan terhadap partai politik yang diduga menerima suap," kata dia.

Sebelumnya, dalam surat dakwaan kasus korupsi pengadaan e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto, terungkap bahwa pada 11 Februari 2011, pengusaha Andi Narogong menemui terdakwa Sugiharto yang merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek e-KTP, untuk membahas pemberian uang kepada sejumlah pihak untuk kepentingan penganggaran pengadaan e-KTP.

Andi berencana menggelontorkan dana Rp520 miliar yang akan diserahkan ke beberapa pihak, antara lain Partai Golkar Rp150 miliar, Partai Demokrat Rp150 miliar, PDI Perjuangan Rp80 miliar, Marzuki Ali Rp20 miliar, Anas Urbaningrum Rp20 miliar, Chaeruman Harahap Rp20 miliar dan partai-partai lainnya sejumlah Rp80 miliar.

"Rincian pemberian uang tersebut kemudian dilaporkan oleh Terdakwa II (Sugiharto) kepada Terdakwa I (Irman). Atas laporan tersebut Terdakwa I menyetujuinya," ujar Jaksa Irene saat membacakan dakwaan. (mus)

Siap-siap Gaduh Gara-gara Reshuffle Kabinet
Pengacara dan anggota DPR dari PDIP, Henry Yosodiningrat.

Ketum Granat: Partai Jangan Usung Mantan Pecandu Narkoba di Pilkada

Mantan pecandu narkoba berpotensi kambuh.

img_title
VIVA.co.id
4 Juli 2020