Auditor BPK Ali Sadli Didakwa Suap dan Pencucian Uang

Ilustrasi Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Sumber :

VIVA - Ali Sadli, auditor Badan Pemeriksa Keuangan, didakwa turut menerima suap sebesar Rp40 miliar terkait jabatannya. Uang suap diperoleh dari Irjen Kemendes PDTT, Sugito, dan Kabag TU Kemendes, Jarot Budi Prabowo, untuk memuluskan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan keuangan Kemendes PDTT tahun anggaran 2016.

Cak Imin Usul Kementerian Pertanian Dilebur ke Kementerian Desa

"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya," kata Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi, Ali Fikri, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, pada Rabu, 18 Oktober 2017.

Menurut Ali Fikri, sebelumnya BPK menemukan indikasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam penggunaan keuangan Kemendes PDTT tahun anggaran 2015 dan 2016. Namun BPK tetap memberikan opini WTP kepada Kemendes untuk laporan keuangan tahun 2016.

Kebakaran Gedung Kemendes, Kerugian Capai Rp1,5 Miliar

Opini WTP itu didapat Kemendes dengan cara memberi uang senilai Rp240 juta kepada Ali Sadli dan atasannya Rochmadi Saptogiri, melalui auditor BPK, Choirul Anam.

Pada pemberian pertama dari Sugito dan Jarot, Ali Sadli memerintahkan Anam untuk membawa uang Rp200 juta ke meja Rochmadi Saptogiri.

KPK Jebloskan Adik Eks Gubernur Banten ke Lapas Sukamiskin

Pada 26 Mei 2017, Sugito menyuruh Jarot Budi Prabowo untuk menyerahkan sisa uang senilai Rp40 juta. Uang itu kemudian diterima Ali Sadli yang juga menjabat Kepala Sub Auditorat III Auditorat Keuangan Negara BPK.

Ali Sadli didakwa melanggar Pasal 12 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Gratifikasi

Jaksa KPK juga mendakwa Ali Sadli menerima gratifikasi yang jumlahnya mencapai Rp10,5 miliar dan 80 ribu dolar Amerika Serikat.

"Terdakwa telah melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri dengan menerima gratifikasi," kata Jaksa.

Menurut tim jaksa, sebagai auditor BPK, Ali Sadli memiliki tanggung jawab mengaudit sejumlah instansi pemerintah. Di antaranya, mengaudit laporan keuangan Kementerian Pemuda dan Olahraga, Badan Nasionak Penanggulangan Bencana, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Pariwisata dan Badan Ekonomi Kreatif, serta Kementerian Sosial.

Ali juga ditugasi mengaudit Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Desa PDTT, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Badan Pertanahan Nasional, serta Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat.

Menurut jaksa KPK, penerimaan gratifikasi terjadi dalam kurun waktu tahun 2014 hingga 2017. Pada Mei 2015, Ali Sadli menerima gratifikasi jumlahnya mencapai Rp3,85 miliar. Rincian uang itu bersumber dari Apriyadi Malik Rp1 miliar dan sisanya dari Antonius Hengki Nursalim.

Pada September 2015, Ali menerima Rp879 juta. April sampai Mei 2016, Ali menerima Rp494 juta. Juni 2016 sampai April 2017, Ali menerima uang sekitar Rp383 juta.

Pada Juni 2015 sampai Mei 2017, jumlah uang yang Ali Sadli terima sekitar Rp417 miliar. Sementara pada Juli sampai Oktober 2016 sekitar Rp481,5 juta, dan pada September 2016 sejumlah Rp990 juta.

"Tahun 2016, terdakwa melalui Choirul Anam menerima secara bertahap selama empat kali dengan total Rp700 juta," kata Jaksa.

Selain itu, pada Februari 2017, Ali Sadli menerima sebesar Rp240 juta, April 2017 sebesar USD80 ribu dari Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy, serta uang Rp1,3 miliar dan Rp700 juta dari pihak lainnya.

Pada Mei 2017, terdakwa Ali Sadli menerima uang senilai Rp85 juta, dan pada Februari 2017, ia menerima mobil Mini Cooper Tipe S F57 Cabrio, tahun pembuatan 2016, dari Tommy Adrian.

"Terdakwa tak melaporkan penerimaan uang dan barang tersebut kepada KPK sampai batas waktu 30 hari kerja sejak penerimaan," kata jaksa KPK.

Jaksa mendakwa Ali dengan pasal 12 B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 65 ayat 1 KUHP.

Tindak Pidana Pencucian Uang?

Sama seperti atasannya, Rochmadi Saptogiri, Ali Sadli juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU), lantaran menikmati uang Rp10,5 dan $80 ribu dengan cara membeli sejumlah aset berupa tanah dan bangunan, serta kendaraan dan keperluan orang lain.

"Bahwa seluruh harta atau sekitar jumlah itu, digunakan terdakwa (Ali) untuk membelanjakan atau membayarkan tanah beserta bangunan dan kendaraan bermotor, tidak sebanding dengan penghasilan dan harta kekayaan yang dimiliki terdakwa," kata jaksa Asri Irawan.

Di antara uang-uang tadi, digunakan Ali untuk membeli tanah dan rumah seluas 240 meter persegi di Kebayoran Sympony Blok J/03 Bintaro Jaya, Sektor VII, Tangerang Selatan. Kemudian tanah seluas 258 meter persegi, yang lokasinya masih di Kompleks Kebayoran Sympony.

Ali juga membeli Mobil Mercedez Benz Type C 250 AT, Mecedes Benz Type A 45 AMG AT, Fortuner VRZ 2016, Jeep Wrangler Rubicon 4 Door tahun 2014, mobil Honda CR-V, Toyota Alphard Vellfire, mobil BMW Premium Selection M2 Coupe, Honda All New Oddyssey RC17-E 2.4 CVT Prestige, serta membayarkan sewa apartemen untuk satu orang kerabatnya, dan keperluan lain atas nama Dwi Futhiayuni. (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya