Fadli Zon: Meski Terlambat, Karantina Wilayah Harus Dilakukan Sekarang

Fadli Zon.
Sumber :
  • VIVA/Lilis Khalisotussurur

VIVA – Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, mendorong pemerintah  untuk segera menerapkan lockdown atau karantina wilayah guna menghentikan penyebaran virus corona atau COVID-19 di Indonesia.

Anggota DPR RI periode 2019-2024 ini mengapresiasi langkah pemerintah yang sedang menggodok Peraturan Pemerintah (PP) turunan dari Undang-undang Karantina Kesehatan, sebagai langkah persiapan penerapan karantina wilayah.

"Meski terlambat, saya apresiasi. Ini menandakan ada sedikit kemajuan berpikir pemerintah di tengah situasi semakin darurat," kata Fadli lewat Twitter yang dikutip pada Senin, 30 Maret 2020.

Namun pada saat yang sama, Fadli menilai keterangan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, telah membongkar ketidakmatangan perencanaan pemerintah selama ini dalam penanganan COVID-19.

Menurut dia, jika karantina wilayah sejak awal telah menjadi salah satu opsi di meja Presiden Joko Widodo, penyusunan PP tersebut seharusnya dapat dimulai lebih cepat, setidaknya sejak 2 Maret ketika kasus positif pertama COVID-19 diumumkan Presiden Jokowi.

"Namun, ironisnya hal tersebut baru mulai digodok setelah jumlah kasus COVID-19 menginjak angka ribuan. Apa yang dilakukan pemerintah dalam menghadapi wabah ini 'too little and too late' (terlalu lambat dan sedikit)," ujarnya.

Fadli mengatakan seharusnya di tengah situasi sangat darurat, pemerintah tak perlu menunggu PP selesai untuk menetapkan status karantina wilayah atau pembatasan sosial berskala besar (PSBB), atau lockdown. Karena, UU Nomor 6/2018 tentang Karantina Kesehatan sebenarnya sudah cukup menjadi dasar konstitusional bagi pemerintah untuk menetapkan status karantina wilayah atau PSBB.

"Dalam Pasal 98 dikatakan UU tersebut berlaku sejak tanggal diundangkan, yakni 8 Agustus 2018. Bukan disebut berlaku ketika peraturan pelaksana selesai disusun," jelas Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen DPR RI ini.

Menurut dia, ketidaktegasan pemerintah pusat selama ini mengakibatkan sejumlah kepala daerah berani mengambil inisiatif masing-masing menerapkan local lockdown. Meskipun menurut UU 6/2018 tentang Karantina Kesehatan Pasal 49, penerapan tersebut merupakan wewenang Pemerintah Pusat.

Di tengah keterbatasan kewenangan, kata dia, sejumlah kepala daerah seperti Papua, Tegal, Tasikmalaya, Toli-Toli, Payakumbuh dan Aceh, berani mengambil risiko untuk keselamatan warga mereka di atas kepentingan lainnya. Sebab, banyak daerah tak siap dengan penanganan medis baik fasilitas rumah sakit, APD (alat perlindungan diri) dan lainnya. Sementara jumlah pasien meningkat secara eksponensial.

"Ini menandakan kebijakan pusat gagal memotret kecemasan dan kenyataan di daerah. Pemerintah Pusat bahkan kehilangan wibawa dan kepercayaan dari publik dalam penanganan COVID-19. Selain buang-buang waktu 2 bulan lebih, pernyataan menteri-menteri tertentu juga dianggap menyesatkan dan dagelan," katanya.

Di samping itu, Fadli juga menyarankan agar mengubah pola penanganan yang terbukti gagal meredam laju penyebaran wabah corona. Imbauan cuci tangan, hidup sehat, social distancing dan physical distancing sangat baik, tapi tidak cukup. Untuk itu, kini saatnya karantina wilayah atau lockdown segera.

"Kita tak ingin mengalami situasi lebih buruk dari Italia. Karena itu, penerapan kebijakan karantina wilayah atau pembatasan sosial berskala besar, seperti telah diatur di dalam UU No.6 Tahun 2018, menjadi hal mendesak untuk segera diumumkan pemerintah sekarang juga. Lockdown," ucapnya.

KPK Periksa Anggota DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus soal Dugaan Korupsi APD di Kemenkes
Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rahmat Bagja

Pilkada 2024 Berbeda dan Lebih Kompleks dibanding Pilkada Serentak Sebelumnya, Menurut Bawaslu

Ketua Bawaslu RI mengatakan bahwa Pilkada Serentak 2024 berbeda dan jauh lebih kompleks dibandingkan dengan penyelenggaraan pilkada serentak sebelumnya.

img_title
VIVA.co.id
22 April 2024