Logo BBC

Dipertanyakan, Motif DPR Ngebut Sahkan Undang-undang Kontroversial

Gabungan mahasiswa berunjuk rasa di depan gedung DPRD Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu (25/09), mereka menolak UU KPK hasil revisi dan pengesahan RUU KUHP. - ANTARA FOTO/Umarul Faruq
Gabungan mahasiswa berunjuk rasa di depan gedung DPRD Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu (25/09), mereka menolak UU KPK hasil revisi dan pengesahan RUU KUHP. - ANTARA FOTO/Umarul Faruq
Sumber :
  • bbc

RUU PKS disahkan periode selanjutnya

Waktu yang terbatas juga membuat pengesahan sejumlah RUU tertunda, salah satunya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS). Padahal, Komnas Perempuan dan kelompok pegiat HAM telah mendesak RUU tersebut supaya segera disahkan.

Ketua DPR Bambang Soesatyo menyatakan waktu kerja yang tinggal sedikit tak memungkinkan DPR dan pemerintah menyelesaikan RUU P-KS di periode ini, apalagi pembahasan RUU ini masih terkendala berbagai kendala.

"Saya sudah berkoordinasi dengan pimpinan panja terkait karena waktunya yang pendek dan masih banyak masalah yang belum selesai dibahas, maka kita putuskan ditunda," ujarnya kepada wartawan, Kamis (26/09) pagi.

Pembahasan RUU P-KS akan dilanjutkan pada periode DPR 2019-2024 yang akan dilantik pada 1 Oktober mendatang.

Hal itu memungkinkan setelah disahkannya UU Peraturan Pembentukan Perundangan Perundang-undangan (P3), yang mengatur rancangan undang-undang yang belum rampung pembahasannya di DPR, bisa dilanjutkan pada periode selanjutnya.

Adapun hasil rapat Panja RUU PKS DPR dan pemerintah pada Rabu (26/09) menyepakati membentuk tim perumus (Timus). Timus RUU P-KS ini akan efektif bekerja pada periode DPR mendatang.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily mengungkapkan ada dua substansi yang sudah disepakati dalam RUU itu, yakni terkait pencegahan kekerasan seksual dan rehabilitasi korban kekerasan seksual.

Akan tetapi, aspek pemidanaan terhadap pelaku kekerasan seksual, kata Ace, harus disinkronkan dengan UU induk, yakni KUHP yang pengesahan revisinya juga ditunda oleh DPR