Kritik MK, Yusril: Remeh Temeh Dipersoalkan tapi PT yang Fundamental Ditolak 18 Kali

Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra.
Sumber :
  • YouTube Indonesia Lawyers Club.

VIVA Politik - Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra menyampaikan pemilu dengan sistem proporsional terbuka memiliki sisi negatif. Salah satunya partai politik atau parpol bisa dikooptasi oleh orang-orang tak paham program dan ideologi parpol.

Presiden PKS: Kami Belum Dapat Pasangan Ajukan Hak Angket

Yusril menyampaikan demikian dalam acara Indonesia Lawyers Club dengan tema 'Debat Sistem Pemilu: PDIP vs Demokrat/Pilih Wakil Rakyat atau Kucing dalam Karung?'

Menurut dia, dengan dikooptasi maka suatu parpol bisa dimasukin ramai-ramai. Dengan kondisi itu, parpol tak bisa berbuat apa-apa.

Apindo Sebut Keputusan MK Beri Kepastian Investasi dan Ekonomi

"Dimasukin rame-rame, lalu partai itu nggak bisa berbuat apa-apa. Anggotanya di DPR, ngomongnya enak sendiri, maunya sendiri," kata Yusril dikutip pada Selasa, 28 Februari 2023.

Dia khawatir dengan dikooptasi itu, ada kader yang tiba-tiba menjadi anggota DPR. Tapi, kader tersebut bicara semaunya karena tak paham ideologi dan program parpol yang menaunginya.

Terbuka untuk Bertemu, Anies Sebut Prabowo Bukan Musuh tapi Lawan

"Itu kekhawatirannya. Jadi, sudah ada porsi untuk calon perorangan. Ya, tempatnya di DPD. Calon partai tempatnya partai politik, tempatnya badan-badan legislasi di DPR," jelas Yusril yang juga pakar hukum tata negara tersebut.

Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra.

Photo :
  • YouTube Indonesia Lawyers Club.

Yusril menekankan tugas parpol adalah merekrut anggota-anggotanya yang kemudian bisa dicalonkan dalam pemilu. Dalam pencalonan di pemilu itu menurutnya mesti memilih sistem yang paling ideal dan sesuai.

"Nah, kalau tadi dikatakan, dulu kan ini sudah diputuskan MK. Dulu kita tertutup MK mengatakan itu bertentangan dengan konstitusi. Lalu, kemudian proporsional terbuka," ujar Yusril.

Dia mengaku heran dengan MK. Yusril mengkritik MK karena mempersoalkan yang remeh temeh seperti sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup. 

"Dalam hal begini, dia bisa mempersoalkan remeh temeh. Boleh dibilang ya soal sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup," ujarnya.

Namun, menurutnya untuk hal yang fundamental seperti gugatan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold (PT) selalu ditolak MK. 

"Tapi, hal yang fundamental, presidential threshold. Yang sekarang ini aneh, 20 persen untuk pemilu yang akan datang. MK menolak setiap gugatan, 18 kali digugat di MK ditolak," lanjut Yusril.

Dia heran dengan alasan MK yang menolak karena PT adalah open legal policy atau kebijakan terbuka pembentuk UU. Dengan alasan itu, MK berdalih tak bisa menilai.

"Lah, itu ngotot, apa namanya itu open legal policy. Tapi, yang soal sistem proporsional terbuka, tertutup, MK putuskan," kata Yusril. 

"Padahal, itu tidak perlu diatur dalam UUD. Tidak perlu diatur dalam UU. Cukup pakai peraturan KPU aja. Saya heran dengan MK ini," sebutnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya