Petinggi PKS Pertanyakan Kompetensi Hakim yang Putuskan Penundaan Pemilu 2024

Petugas KPPS memperlihatkan suara Pemilu 2019.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

VIVA Politik - Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid mengkritik keras putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu. Konsekuensi putusan itu dikhawatirkan akan menunda jadwal Pemilu 2024.

Maju Pilkada, Sekda Depok Supian Suri Izin ke Wali Kota, Akan Ajukan Cuti

Menurut HNW, sapaan akrabnya, putusan PN Jakpus tersebut tak memiliki dasar hukum yang kuat. Selain itu, menurutnya putusan tersebut juga melanggar UUD NRI 1945 dan Undang-Undang Pemilu. 

"Saya mempertanyakan kompetensi hakim yang memutus perkara tersebut. Wajarnya Komisi Yudisial memeriksa Hakim yang memerintahkan penundaan Pemilu itu,” kata HNW, dalam keterangannya, yang dikutip pada Sabtu, 4 Maret 2023. 

Respons Ketua KPU Usai Disanksi DKPP Gegara Kebocoran Data Pemilih

Dia menambahkan, UUD NRI 1945 secara tegas menyatakan pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Hal itu merujuk Pasal 22E ayat (1) UU Pemilu yang berbunyi, ‘Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.’ 

“Putusan PN Jakarta Pusat yang memerintahkan menunda pemilu selama 2 tahun 4 bulan 7 hari sejak diucapkannya putusan tidak sesuai dengan ketentuan konstitusi," ujarnya.

Berubah Sikap, KPU: Caleg Terpilih Harus Mundur Jika Maju Pilkada 2024

Baca Juga: Prima: Gugatan ke PN Jakarta Pusat Bukan Sengketa Pemilu, Ini Banyak Disalahpahami

Menurut dia, dengan amar putusan PN Jakpus jika diterapkan maka Pemilu 2024 tidak diselenggarakan jadwal semestinya. Kata dia, setiap pemilu digelar 5 tahun sekali.

"Pemilu terakhir dilaksanakan pada 2019, maka menjadi harga mati bahwa pemilu berikutnya diselenggarakan pada tahun 2024, bukan tahun 2025 sebagaimana amar putusan PN itu,” jelasnya. 

Pun, ia khawatir jika Pemilu 2024 ditunda dengan merujuk putusan PN Jakpus maka menimbulkan pelanggaran ketentuan konstitusi lainnya terkait masa jabatan Presiden. Dia mengatakan sesuai pasal 7 UUD NRI 1945, masa jabatan Presiden akan selesai pada Oktober 2024. 

Hidayat Nur Wahid di Senayan, Jakarta

Photo :
  • VIVA/Eduward Ambarita

Dia khawatir jika Pemilu 2024 ditunda hingga Juli 2025, maka akan terjadi kekuasaan eksekutif dan legislatif yang tidak memiliki basis legitimasi konstitusional. 

"Bila demikian, maka akan terjadi chaos politik yang membahayakan eksistensi dan kelanjutan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ujarnya.  

Lebih lanjut, HNW menekankan PN tak punya kewenangan memutuskan perkara sengketa pemilu. Meskipun dalih penggugat yakni Prima yang didalilkan bukan persoalan sengketa pemili tapi perbuatan melawan hukum oleh KPU.

Kemudian, ia menyinggung pembentuk UU Pemilu yang menyadari adanya hal khusus dalam perkara-perkara menyangkut pemilu. Menurut dia, Mahkamah Agung (MA) bisa membentuk Majelis Khusus Tata Usaha Negara Pemilu di PTUN. Hal itu diamanatkan Pasal 472, majelis khusus  diisi para hakim yang mempunyai pengetahuan yang luas mengenai pemilu. 

“Jadi, hakim yang memutuskan perkara terkait Pemilu seperti itu bukan sembarangan hakim. Dia harus yang memiliki pengetahuan luas tentang pemilu," jelas Wakil Ketua MPR tersebut.

"Kalau para hakim tersebut memiliki pengetahuan yang luas tentang pemilu, mustahil mereka akan membuat putusan yang bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan UU tentang Pemilu," ujar HNW.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya