Prabowo Dinilai Perlu Siapkan Proses Transisi Pemerintahan, Tak Bisa Berpangku Tangan ke Jokowi

Prabowo Subianto terpilih jadi Presiden 2024
Sumber :
  • Dok.istimewa

Jakarta - Hasil rekapitulasi KPU menyatakan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai pemenang Pilpres 2024. Duet yang diusung Koalisi Indonesia Maju itu meraup 96.214.691 suara atau setara 58,58 persen dari total suara nasional.

PPP Bakal Gelar Rapimnas Tentukan Arah Politik, Berani Gak jadi Oposisi Prabowo?

Muhammad Ahsan Ridhoi selaku Chief Research Officer Political Strategy Group (PSG) menganalisa pemerintahan Prabowo berpotensi menghadapi tantangan politik berlapis yang bisa berdampak pada masa depan Partai Gerindra.

“Kemenangan Prabowo kali ini tak bisa dikatakan diraih secara absolut. Pasalnya, total kursi parpol koalisi pendukungnya justru minoritas di parlemen," kata Ahsan dalam keterangannya, Selasa, 2 April 2024.

Mardiono Akui Bakal Segera Temui Prabowo: Sedang Kita Atur Waktu

Dia bilang demikian karena Gerindra, Golkar, PAN, dan Demokrat diproyeksikan bisa meraup 280 kursi. Angka itu kalah dibandingkan total pendukung koalisi Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

"Lebih sedikit dibanding total perolehan gabungan parpol pendukung Ganjar-Mahfud dan Anies-Muhaimin yang sebanyak 300 kursi," jelas Ahsan.

Partai Gelora Tak Sudi Jika PKS Gabung Prabowo, Begini Penjelasan Fahri Hamzah

Pasangan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming.

Photo :
  • Istimewa

Ahsan menambahkan status Partai Gerindra di Pileg 2024 hanya menduduki peringkat ketiga setelah PDIP dan Golkar. Dampaknya, lanjut dia, posisi Prabowo menjadi kurang strategis.

Dia menilai pemerintahan Prabowo berpeluang disandera parpol oposisi lewat parlemen, seperti yang pernah terjadi pada dua tahun awal masa pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.

Ahsan menyebut Gerindra tak memiliki magnet politik besar untuk mempengaruhi pengambilan keputusan di parlemen.

"Terutama dalam menggalang dukungan dari parpol oposisi, yang tentu akan memaksimalkan perannya di parlemen untuk menjaga citra dan basis dukungan konstituennya sampai pemilu selanjutnya," tutur Ahsan.

Menurut Ahsan, Prabowo saat ini memegang dukungan Golkar yang jumlah kursinya diproyeksikan terpaut tipis dari PDIP sehingga potensial punya magnet politik besar di parlemen. Namun, Golkar bukanlah partai pengusung utama Prabowo.

Hubungan politik di antara mereka hanya bersifat resiprokal atau timbal balik. Namun, tak ada jaminan Golkar sebagaimana pula parpol koalisi Prabowo selain Gerindra akan selalu mendukung langkah Prabowo di parlemen.

“Selama ini suara Gerindra sangat dipengaruhi coattail effect dari Prabowo. Mengingat Prabowo adalah wajah tunggal partai di tengah tak ada tokoh alternatif lain yang bisa sebesar dirinya. Maka, citra buruk pada Prabowo akan sangat berdampak pada suara partai,” kata Ahsan.

Maka itu, Ahsan berpendapat Prabowo dan Gerindra perlu segera melakukan langkah-langkah politik strategis. Ia mengungkap setidaknya ada tiga langkah yang bisa mereka ambil.

Pertama, Prabowo harus mengoptimalkan victory power game di transisi pemerintahan. Prabowo tak bisa berpangku tangan pada Jokowi dalam melakukan transisi.

Meskipun pemerintahan Prabowo mengusung ide melanjutkan. Apalagi kalau sampai mengamini pendapat menteri-menteri Jokowi yang menyatakan tak perlu ada tim transisi.

Menurut dia, pandangan itu akan membuat pondasi pemerintahan Prabowo rapuh. "Karena bukan ia sendiri yang membangunnya,” kata Ahsan.

Kedua, Partai Gerindra harus lebih lentur dalam menjalin komunikasi di parlemen. Mengingat, Ahsan menilai yang terjadi selama ini, adalah kebekuan komunikasi dalam proses legislasi di parlemen akibat garis api kelompok koalisi dan oposisi.

Ketiga, Gerindra mesti memanfaatkan secara serius momentum Pilkada 2024 sebagai jalan regenerasi figur politik nasional guna menjaga dan meningkatkan basis suara pada pemilu selanjutnya.

Bagi dia, untuk bisa membalik keadaan, Gerindra wajib memaksimalkan perjuangan di pilkada serentak November 2024. Posisi Gerindra sebagai partai pengusung utama Prabowo, mesti dioptimalkan sebesar mungkin untuk jaring sosok-sosok potensial dari internal maupun wajah baru dari luar.

“Khususnya pada wilayah-wilayah strategis, seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara,” tuturnya.

Dengan demikian, menurut dia, peluang Gerindra untuk melanjutkan kemenangan di pilpres lebih terbuka. Bahkan ketika nanti Prabowo tak lagi maju, Gerindra tetap bisa jadi poros utama penentu bangunan koalisi di Pilpres 2029.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya