- Antara/ Reno Esnir
VIVAnews – Kalangan pers di Tanah Air diharapkan tidak bereaksi secara berlebihan atas kritik dan gagasan pemboikotan terhadap media yang diungkapkan Sekretaris Kabinet, Dipo Alam.
“Media janganlah terlalu reaktif terhadap pernyataan Dipo,” kata Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Irgan Chairul Mahfidz, Kamis, 24 Februari 2011. “Sebaiknya, media mengoreksi diri, apakah pemberitaannya masih dalam kerangka kritik yang wajar atau sudah di luar kewajaran.”
Di luar kewajaran yang dimaksud Dipo ialah pemberitaan yang sudah melanggar kode etik jurnalistik yang dianut pers Indonesia.
Sebab, Irgan menilai, kritik dan gagasan pemboikotan terhadap media yang dilontarkan Dipo itu dilatarbelakangi perspektif bahwa pemberitaan media telah melampaui kritik yang wajar terhadap pemerintah.
“Itu yang mengganggu seorang Dipo Alam,” kata Irgan. “Mungkin dia merasakan pemerintah sangat terganggu dengan berita-berita yang disampaikan media, yang dia tuding itu.”
Namun, Irgan melanjutkan, seharusnya kritik Dipo terhadap pers disampaikan melalui mekanisme yang tepat. Yakni, melalui somasi atau melapor ke Dewan Pers. “Kalau sekarang kan sepertinya emosional,” tuturnya.
Dalam konteks kasus ini, Irgan menekankan bahwa kebebasan pers harus dihormati. Karena negara demokrasi akan terbangun bila ada kebebasan pers, sehingga ada keseimbangan dalam informasi kepada khalayak. Tapi, dia melanjutkan, pers juga harus betul-betul secara ketat menerapkan kode etik.
Sementara itu, Dipo Alam mengaku sikapnya sudah tepat, yakni didasari semangat untuk suksesnya pemerintahan.
Menurut Dipo, ajakan untuk memboikot media muncul karena banyak menteri di Kabinet Indonesia Bersatu II yang tidak ikut membela pemerintah jika ada pemberitaan yang menjelek-jelekkan. "Saya hanya ingin mengatakan, I never change. Dipo Alam is Dipo Alam, from beginning until now," kata Dipo di Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat, kemarin.
Pernyataan Dipo itu dikecam banyak pihak, baik tokoh agama maupun politikus. Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, menganggap ancaman boikot media merupakan pengalihan dari sebuah isu yang substantif. "Ini adalah sebuah manifestasi dari sebuah kecongkakan," kata Din.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Pramono Anung, menilai gagasan Dipo itu seperti kembali ke zaman kerajaan lampau. Pernyataan Dipo Alam dinilai emosional. "Namanya pejabat pemerintah mestinya telinga tidak boleh tipis," kata Pramono. (art)