VIVAnews - Pengamat Media dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Ana Nadya Abror, menyatakan selama ini hal yang ditekan kepada media adalah etika awak media dalam mencari dan menyajikan berita kepada masyarakat. Jarang sekali disinggung tentang etika dari media tersebut dalam memberikan informasi kepada masyarakat.
“Yang jelas hal yang perlu ditegakkan adalah pengawasan terhadap aturan main media karena selama ini aturan yang ada dicari celahnya untuk kepentingan media yang bersangkutan sehingga perlu ada etika media dan etika awak media," katanya di Yogyakarta, Kamis, 10 November 2011
“Wartawan disuruh perpegang teguh pada etika jurnalistik namun demikian etika media tidak pernah disinggung. Media tidak punya etika yang jelas tentang berita mana saja yang merugikan masyarakat dan berita yang mendidik masyarakat,” ujar pengajar di Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM itu.
Menurut Abror, ketika para pemilik media menjadi pimpinan partai politik masih mempunyai etika media, masyarakat masih dapat berharap mendapatkan berita yang mendidik dan bermanfaat. “Ketika pemilik media sudah tidak punya etika media maka hal itu juga akan berimbas kepada awak medianya karena mereka tidak mungkin melawan apa yang diinginkan pemilik media. Ketika awak media melawan maka sanksi pemecatan bisa diterapkan,” katanya.
Lebih lanjut Abror menyatakan meski nantinya ada UU yang mengatur penggunaan media oleh partai politik saat masa Pemilu maupun Pemilihan Presiden, dia tidak optimistis aturan tersebut dapat ditegakkan. Karena itu, langkah yang harus ditempuh saat ini adalah mendidik masyarakat agar tidak mudah "dikadali" oleh pemilik media.
“Kalau saya cenderung memberikan pendidikan kepada masyarakat agar tidak mudah terpegaruh kepada pemilik media yang juga menjadi pimpinan partai saat mereka melakukan pidato. Ketika masyarakat sudah dapat bermedia dengan kepala dingin hal itu sudah cukup, tak perlu aturan yang rumit," katanya. (eh)
Laporan Juna Sanbawa | Yogyakarta