Demokrat: Calon Kerabat Petahana Tak Selalu Politik Dinasti

Pilkada Makassar
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yusran Uccang
VIVA.co.id - Partai Demokrat tengah menyeleksi kader-kadernya untuk diajukan sebagai calon kepala daerah atau wakil kepala daerah dalam pilkada serentak pada 9 Desember 2015.
Demokrat Beberkan Alasan Pilih Koalisi Prabowo Ketimbang Jokowi

Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Hinca Panjaitan, menjelaskan bahwa parameter utama seleksi adalah kompetensi sebagai calon pemimpin. Tolok ukur itu meliputi kemampuan manajerial, pemahaman tentang pemerintahan, visi, misi dan program, dan lain-lain.
DPP Demokrat Lolos Verifikasi Faktual KPU

Diperkirakan lebih seratus kader Partai Demokrat yang berlaga dalam 269 pilkada kota/kabupaten se-Indonesia. Namun Hinca menolak menyebutkan secara detail nama-nama kader itu karena masih menunggu hasil seleksi tahap akhir yang final pada 15 Juli 2015.
SBY Singgung Benny K Harman Sudah Tiga Kali Nyalon

"Kita punya cara yang bijak untuk melihat apa calon ini bagus atau tidak untuk rakyat," ujar Hinca kepada wartawan di Jakarta pada Minggu, 12 Juli 2015.

Menurutnya, seratusan kader yang bakal diikutsertakan dalam pilkada serentak itu, tak satu pun yang memiliki hubungan kekerabatan dengan petahana atau incumbent alias kepala daerah yang masih menjabat sekarang.

"Itu karena kita taat pada Undang-Undang," ujarnya.

Namun Partai Demokrat membuka kemungkinan mencalonkan kader yang memiliki hubungan kekerabatan dengan petahana setelah Mahkamah Konstitusi (MK) membolehkan calon yang berkerabat dengan petahana berpartisipasi dalam pilkada.

Hinca menjelaskan bahwa Partai Demokrat menghormati putusan itu. Namun dia menegaskan bahwa faktor kekerabatan dengan petahana bukan faktor utama untuk mengusung seorang kader. Lagi pula, mencalonkan kader yang berkerabat dengan petahana tak selalu menjadi bagian dari politik dinasti.

"Jangan memukul sama rata hal tersebut akan menciptakan politik dinasti," ujarnya.

MK mengabulkan permohonan uji materi terhadap Pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah. 

Mahkamah menilai, aturan yang membatasi calon kepala daerah yang memiliki hubungan dengan petahana itu, telah melanggar konstitusi dan mengandung muatan diskriminasi. 

Hal itu bahkan diakui oleh pembentuk undang-undang. Soalnya pasal itu memuat pembedaan perlakuan yang semata-mata didasarkan atas status kelahiran dan kekerabatan seorang calon kepala daerah dengan petahana.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya