Survei: Rakyat Dukung Indonesia Soal Konflik dengan Freeport

Aksi massa menolak perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia sudah berulangkali terjadi/Ilustrasi tolak Freeport.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id - Peneliti Indikator Politik Indonesia, Hendro Prasetyo, mengatakan permasalahan PT Freeport ternyata bisa menjadi isu yang penting dalam Pilkada Papua 2018. Tak hanya itu, masalah itu juga strategis bagi Indonesia.

MIND ID Cetak Pertumbuhan Positif di 2023, Simak Rinciannya

"Sektor pertambangan ini menjadikan Kabupaten Mimika sebagai daerah paling besar perekonomiannya di kawasan Indonesia Timur, paling tidak hingga 2014," kata Hendro di kantor Indikator, Jakarta, Jumat 5 Mei 2017.

Ia menjelaskan pengoperasian Freeport sempat berhenti karena belum ada titik temu dengan pemerintah. Sementara, mayoritas masyarakat Papua menilai Freeport membawa manfaat bagi rakyat Papua.

Manajemen dan Serikat Pekerja Freeport Teken PKB, Menaker: Bisa Jadi Contoh bagi Perusahaan Lain

"Tapi sebagian besar publik juga berharap agar manfaat dari hasil bumi sendiri bisa lebih besar bagi kesejahteraan rakyat," kata Hendro.

Menurutnya, sikap publik terhadap isu Freeport memiliki kaitan dengan pemilihan gubernur. Sebab, gubernurlah yang akan secara spesifik mengurus Papua.

Selesaikan Persoalan Papua, Jusuf Kalla Beri Saran Begini ke Prabowo-Gibran

Berdasarkan survei dari Indikator, sebanyak 81,2 persen responden mengetahui Freeport. Dari jumlah tersebut, sebanyak 62 persen menyatakan Freeport ternyata membawa manfaat bagi warga Papua.

Lalu dari responden yang mengetahui Freeport menghentikan operasi tambangnya, sebanyak 50 persen responden ternyata tak setuju Freeport berhenti beroperasi.

Meski begitu, sebanyak 50 persen tak setuju Freeport dihentikan operasinya, Hendro menyebutkan ada sebanyak 60 persen responden yang lebih mendukung Indonesia soal adanya ketegangan antara Indonesia dengan PT Freeport.

"Alasan responden mendukung pemerintah, sebanyak 41 persen karena menganggap aturan pemerintah Indonesia dibuat untuk menyejahterakan warga Papua. Sehingga aturannya harus ditaati Freeport. Lalu sebanyak 38 persen responden menilai pemerintah berhak mengatur perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia," kata Hendro.

Adapun alasan warga Papua tak mendukung pemerintah dalam hal Freeport karena perusahaan tersebut dianggap telah membuka lapangan kerja bagi rakyat Papua. Responden yang memilih alasan ini ada sebanyak 47 persen.

Survei yang dilakukan Indikator ini mengambil sampel wawancara sebanyak 710 orang WNI di Provinsi Papua. Metode yang digunakan multistage random sampling dengan margin of error 3,8 persen.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya