Utang BUMN Penugasan Membengkak, Risiko Gagal Bayar Besar

Kantor Kementerian BUMN.
Sumber :
  • Antara/Wahyu Putro

VIVA – Utang Badan Usaha Milik Negara, khususnya yang mendapatkan penugasan pemerintah dikhawatirkan gagal bayar. Apalagi, pendapatan dari proyek yang ditugaskan pemerintah itu tidak memiliki imbal hasil yang besar bagi BUMN itu sendiri.

Pemerintah Sudah Tarik Utang Rp 72 Triliun hingga 15 Maret 2024

Demikian diungkapkan Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu kepada VIVA, Selasa 31 Juli 2018. Ia mengatakan, hampir semua proyek BUMN penugasan, terutama BUMN konstruksi itu tidak layak secara ekonomi.

"Kan, hampir semua (proyek) yang ditugaskan ke BUMN itu tidak layak secara ekonomi. Artinya, kalau dari revenue itu tidak layak, kan berarti tidak laba, berarti gagal bayar. Nah, itu yang bikin problem," kata Said Didu saat dihubungi VIVA.

Utang Pemerintah Tembus Rp 8.253 Triliun, Naik Rp 108,4 Triliun di Januari 2024

Ia menjelaskan, saat ini problem itu dihadapi oleh seluruh BUMN konstruksi dan beberapa BUMN lainnya. Seperti halnya, PT Pertamina yang disebutnya juga memiliki utang dalam pengadaan Bahan Bakar Minyak (BBM).

"Pertamina kan ngutang, dia dalam rangka pengadaan BBM, tapi dijual rugi kan, sehingga kan dia juga bisa gagal bayar. Karena jual rugi," katanya.

Naik Lagi! Utang Pemerintah Capai Rp 8.144,69 Triliun di Akhir 2023

Selain itu, dia menjelaskan, PLN juga telah menerbitkan utang luar negeri. Di sisi lain, tarif listrik tidak naik sampai 2019.

"PLN terbitkan utang luar negeri, rugi juga jualnya. Pokoknya, utang BUMN yang membiayai program pemerintah atau proyek yang tidak layak secara ekonomi itu berarti tidak mendapat untung, sehingga untuk membayarnya dari mana, akhirnya gagal bayar," ucapnya.

Terkait berapa besar total seluruh utang BUMN, Said Didu mengungkapkan, berdasarkan data terbaru yang dimilikinya adalah sebesar Rp5.200 triliun setelah sebelumnya disebut-sebut sebesar Rp4.800an triliun. Angka itu, dijelaskannya termasuk liabilitas dan dana pihak ketiga di bank.

"Malah angka saya sekarang, data yang di saya sekarang itu (utang seluruh BUMN) Rp5.200 triliun, termasuk liability. Memang, menurut saya data itu memang harus dibedakan mana yang utang, liability dan mana dana pihak ketiga," katanya.

Namun, lanjut dia, ada lima hal yang yang harus dibahas terkait dengan kemampuan BUMN membayar utang. Yaitu, sumber utang, tingkat suku bunga, peruntukan utang tersebut, kemampuan membayar, dan miss and match antara jenis utang serta pembayaran utang.

"Jadi, jangan sampai kebutuhan jangka pendek dibiayai dengan utang jangka panjang dan sebaliknya. Jadi, memang harus dilihat per BUMN, kalau yang menghadapi persoalan itu saya lihat sekarang adalah BUMN konstruksi, Pertamina, PLN dan Garuda," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya