PLTA Batangtoru Butuh Hutan Lestari

Ilustrasi pembangunan PLTA.
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

VIVA – Hasil pemantauan berkesinambungan oleh tim Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem atau KSDAE Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukkan bahwa pembangunan prasarana untuk pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Air atau PLTA Batangtoru, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, masih aman bagi orangutan.
 
Pemerintah optimistis, kegiatan pembangunan berjalan sesuai regulasi dan ramah lingkungan, karena saat beroperasi, PLTA Batangtoru justru membutuhkan hutan yang lestari untuk kesinambungan pasokan air bakunya.

Gerak Cepat Bangun Energi baru Terbarukan

Direktur Jenderal KSDAE KLHK, Wiratno berharap, pembangunan PLTA Batangtoru hingga selesai dan beroperasi nantinya, benar-benar tidak berdampak negatif untuk orangutan. Apalagi, sejatinya operasionalisasi PLTA sangat bagus untuk mendukung keberadaan hutan yang menjadi habitat orangutan.

“PLTA kan butuh hutan yang bagus juga,” kata Wiratno dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis 4 Oktober 2018.

Incar Dana Rp410 Miliar, Kencana Energi Lestari Siap Melantai di Bursa

Wiratno menjelaskan, orangutan memang menjauh dari lokasi pembangunan jalan untuk pengembangan PLTA Batangtoru, namun tidak ada dampak fisik terhadap orangutan. “Tidak ada orangutan yang terluka, saya jamin,” katanya.

Menurut Wiratno, pengelolaan konservasi seiring dengan pembangunan di PLTA Batangtoru, nantinya bisa menjadi contoh pembuktian bahwa kedua hal itu bisa berjalan beriringan. Dia menegaskan, hal itu harus disimpulkan berdasarkan fakta dan pemantauan berkesinambungan.

Sumber Cahaya di Sumatera Ternyata Ada di Kegelapan

Sampai saat ini, tim pemantauan berkesinambungan yang dibentuk Ditjen KSDAE KLHK telah tiga pekan bekerja di lapangan. Menurut Wiratno, pihaknya juga meminta agar PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) yang merupakan pengembangan PLTA Batangtoru, untuk membentuk tim serupa.

“Mereka (NSHE) bisa belajar dari kami, bagaimana melakukan continuous monitoring,” kata Wiratno.

Selain soal tim pemantau, KLHK juga meminta PT NSHE untuk membuat 3-4 jembatan arboreal untuk menghubungkan populasi orangutan yang terpisah pada tiga habitat utama di ekosistem Batangtoru. Jembatan arboreal bisa dibangun dengan memanfaatkan sling baja.

PT NSHE juga diminta untuk menanam pohon-pohon yang menjadi pakan orangutan. Wiratno mengapresiasi pemerintah daerah dan masyarakat setempat yang memiliki kepedulian dengan keberadaan orangutan.

Apalagi, masyarakat di sana tidak menganggap orangutan sebagai hama, sehingga menerima satwa tersebut untuk hidup berdampingan.

Sementara itu, Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Utara, juga dinilai memiliki komitmen kuat untuk perlindungan orangutan. “Saya terima laporan, bupati Tapanuli Selatan, sangat aktif untuk melindungi orangutan,” kata Wiratno.

Populasi Rendah
Saat ini, tim pemantauan Direktorat Jenderal KSDAE KLHK terus memantau keberadaan orangutan di wilayah blok selatan kawasan Batangtoru. Dalam pemantauan terakhir, ditemukan beberapa sarang orangutan yang berjarak tujuh kilometer dari rencana lokasi power house PLTA Batangtoru.

Peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Aek Nauli, Ditjen KSDAE KLHK, Wanda Kuswanda menyatakan, habitat keberadaan orangutan tapanuli di kawasan Batangtoru tersebar pada tiga blok terpisah, yakni blok barat, timur, dan selatan.

Luas keseluruhan kawasan Batangtoru mencapai 163,846 hektare. Populasi orangutan terbanyak berada di blok barat, yang mengarah ke Adian Koting, Kabupaten Tapanuli Utara.

Berikutnya, berada di blok timur, yakni wilayah cagar alam Sipirok di Tapanuli Selatan, dan yang paling sedikit berada di blok selatan, terutama cagar alam Sibual-buali.

“Berdasarkan penelitian terakhir, kepadatan orangutan di blok selatan ini, memang terbilang rendah. Hanya sekitar 0,41 individu per kilometer persegi,” kata Wanda.

Di blok lain, kata Wanda, kepadatan populasi orangutan bisa mencapai 0,7 hingga 0,8 per individu per kilometer persegi. Hal ini bergantung pada aspek ideal untuk kepentingan habitat orangutan itu sendiri.

Kawasan blok selatan yang minim jumlah individu orangutan itu berbatasan dengan Areal Penggunaan Lain (APL), yang merupakan lahan perkebunan rakyat. Masyarakat menanami lahannya dengan pohon karet, petai, dan durian.

Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batangtoru yang dalam proses pembangunan, juga berada di kawasan APL ini.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya