Digugat WTO hingga Dikritik IMF Soal Hilirisasi, Jokowi: Kita Teruskan

Presiden Jokowi meresmikan smelter nikel milik PT Gunbuster Nickel Industry
Sumber :
  • Ekon.go.id

Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan, Indonesia akan terus maju untuk melakukan hilirisasi meskipun digugat oleh World Trade Organization (WTO) dan dikritik oleh International Monetary Fund (IMF). 

Pakar Ragukan Ide Presidential Club Prabowo: Ada Tembok Tebal yang Susah Diterabas

"Hilirisasi apapun harus kita teruskan meskipun kita digugat oleh WTO, meskipun kita diberikan peringatan oleh IMF. Apapun barang ini harus kita teruskan," kata Jokowi dalam Pengukuhan Pengurus Dewan Pimpinan Nasional Apindo Senin, 31 Juli 2023. 

Jokowi menuturkan, untuk Indonesia menjadi negara maju terdapat dua hal penting. Pertama yaitu, perkembangan sumber daya manusia melalui bonus demografi, dan kedua adalah hilirisasi. 

Evaluasi Mudik Lebaran 2024, Jokowi Minta Sistem Bayar Tol Tanpa Tapping

Presiden Jokowi bersama dengan Menhan Prabowo dan Menteri BUMN Erick Thohir

Photo :
  • Tangkapan layar Youtube Sekretariat Presiden

"Kalau itu bisa dilakukan hilirisasi, ini berhasil untuk semua mineral, perkebunan, perikanan semuanya bisa dihilirisasi," jelasnya. 

Jokowi Ungkap Ketakutan Negara Dunia Saat Ini, Wamenkeu Bicara Dampaknya ke RI

Jokowi mencontohkan, hilirisasi nikel telah membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Dia menjelaskan, di Sulawesi Tenggara sebelum hilirisasi hanya 1.800 tenaga kerja yang tercover. Namun, setelah hilirisasi 71.500 tenaga kerja bisa bekerja. 

"Kemudian di Maluku Utara sebelum hilirisasi hanya 500 orang, setelah hilirisasi 45.600 pekerja keras yang bisa bekerja," jelasnya. 

Selain itu, melalui hilirisasi pendapatan dari produk turunan nikel angka berpotensi diperoleh sebesar Rp 510 triliun. 

"Kemudian kalau kita lihat ini untuk seluruh produk turunan nikel, tidak hanya besi baja saya dulu US$ 1,1 miliar, ini seluruh produk turunan nikel 2014 - 2015 ke sana kita ekspor barang mentah hanya menghasilkan US$ 2,1 miliar, kurang lebih Rp 31 triliun, setelah hilirisasi menjadi Rp 510 triliun, dari kembali lagi dari US$ 2,1 miliar melompat menjadi US$ 33,8 miliar, berarti melompatnya berapa kali," ujar dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya