Sri Mulyani Ungkap Harga Komoditas Sulit Diprediksi, Ini yang Bikin Galau

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Sumber :
  • VIVA/Mohammad Yudha Prasetya

Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mewaspadai penurunan harga komoditas dunia, baik pangan maupun energi. Sebab menurutnya, harga komoditas sulit untuk diprediksi bagaimana pergerakannya. 

Sri Mulyani Masuk Bursa Pilgub DKI Jakarta, Stafsus Buka Suara

Bendahara negara ini mengatakan, sulitnya diprediksi harga komoditas pangan maupun energi disebabkan oleh volatilitas akibat kondisi geopolitik dunia, hingga aktivitas perekonomian global yang tidak menetu. 

“Harga pangan dan energi sangat bergantung pada aktivitas ekonomi global dan geopolitik. Ini karena sekarang banyak sekali embargo pada produk-produk terutama energi dari suatu daerah atau kawasan,” ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Banggar DPR RI, dikutip Rabu, 30 Agustus 2023.

DPR Sebut Penerimaan Negara dari Bea Cukai Tiap Tahun Capai Target

Ilustrasi - Tambang batu bara

Photo :
  • ANTARA FOTO

Dia menjelaskan, untuk harga batu bara pada Juli 2023 turun 63,8 persen year to date (ytd), natural gas turun 38 persen. Kemudian Crude Plam Oil (CPO) turun 15,1 persen, dan harga minyak bumi jenis brent turun 15,1 persen.

Ada yang Hilang dari Apple iPad Pro M4

“Ini akan cukup sulit membuat prediksi meskipun trennya relatif mild karena tadi outlook dari ekonomi dunia masih lemah atau stagnan,” jelas dia.

Namun, dia menuturkan untuk kondisi PMI manufaktur RI masih dalam kondisi yang ekspansif selama 23 bulan berturut-turut. Hal itu jauh lebih baik jika dibandingkan dengan negara lain.

Minyak kelapa sawit (CPO). (Ilustrasi)

Photo :
  • R Jihad Akbar/VIVAnews.

Sri Mulyani menjelaskan, PMI Manufaktur tersebut didorong oleh meningkatnya permintaan baru baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Adapun perkembangan kinerja manufaktur beberapa negara mitra dagang utama seperti Tiongkok dan Jepang mengalami kontraksi masing-masing di level 49,2 dan 49,6. Sedangkan negara ASEAN, kinerja manufaktur  seperti Malaysia dan Vietnam masih terkontraksi di level 47,8 dan 48,7.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya