Jokowi Tegaskan Tujuan Pembangunan RI: Hilirisasi hingga Keberlanjutan

Presiden Jokowi.
Sumber :
  • VIVA/Mohammad Yudha Prasetya-tangkapan layar

Jakarta Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa arah dan langkah Indonesia sebagai sebuah bangsa memiliki tujuan ke depan yang sudah jelas, meskipun kondisi global masih diliputi ketidakpastian.

Ajak 38 DPW PAN ke Istana, Zulhas Tak Bahas Kabinet dengan Jokowi

Semua rencana dan proyeksi arah bangsa menurut Jokowi juga sudah dipetakan, seperti soal hilirisasi. Dia menjelaskan, peta jalan (roadmap) hilirisasi itu sendiri juga sudah dirancang oleh pemerintah, bahkan hingga mencakup berbagai sektor selain pertambangan.

"Misalnya hilirisasi, peta jalan untuk minerbanya seperti apa setelah disetop (ekspor) nikel, tembaga, bauksit, timah, dilanjutkan lagi nanti untuk hilirisasi di bidang perkebunan, pertanian, kelautan, semuanya peta jalan itu sudah jelas," kata Jokowi dalam telekonferensi di acara Investor's Daily Summit 2023, Selasa, 24 Oktober 2023.

Rekan Kerja Ungkap Detik-detik Pekerja di Stasiun LRT Kuningan Jatuh saat Bekerja

Presiden Jokowi memberikan keterangan pers.

Photo :
  • Tangkapan layar Youtube Sekretariat Presiden

Namun, selain masalah peta jalan dan perencanaan dari langkah strategis yang harus dilakukan Indonesia, masalah selanjutnya adalah soal bagaimana konsistensi dalam pengimplementasiannya secara nyata di lapangan.

Soal Peluang Ajak Jokowi Gabung ke PAN, Zulhas Berkelakar: Pak Jokowi Owner 

"Tinggal, kita ini biasanya, dari kunci keberlanjutan itu bukan di kebijakan makronya, bukan di rencana-rencana makronya. Tetapi yang lebih penting adalah bagaimana mengawal implementasinya," ujarnya.

Jokowi menegaskan bahwa setiap detail pekerjaan di lapangan harus dicek dan diawasi. Karena kerja mikro di lapangan dalam upaya pengimplementasian sebuah program pembangunan, merupakan hal inti dan utama dari proses pembangunan itu sendiri.

"Kerja detil, dicek yang detil. Kerja lapangan, diawasi dan dicek di lapangan. Artinya, kerja mikro itu sangat penting sekali. The Bottle Necking harus diselesaikan, dan memang kerja sekali itu enggak bisa. Jadi masing-masing Kementerian/Lembaga harus punya tim untuk mengawal di lapangan," kata Jokowi.

Dia pun mencontohkan, misalnya dalam proses pembangunan MRT. Saat Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta, rencana proyek MRT itu bahkan sudah berusia sekitar 26 tahun, namun tidak juga bisa dieksekusi. Di mana, alasannya yakni saat dikalkulasi dan dihitung, proyek tersebut selalu rugi. Dan pada saat dihitung ulang, kesimpulannya tetap rugi.

Karenanya, Jokowi pun menegaskan bahwa memutuskan hal seperti itu adalah sebuah keputusan politik, dan bukan keputusan ekonomi di perusahaan yang semata-mata hanya mencari profit.

"Dihitung untung ruginya boleh, tetapi kalau itu dihitung selalu rugi terus, apakah kita tidak akan bangun yang namanya MRT itu?" ujar Jokowi.

Dia mengakui, hal serupa juga terjadi saat proses pembangunan LRT Jabodebek. Sehingga, pemerintah berupaya mencari celah untuk menutup kerugian semacam itu, dari aspek lain yang bisa dijadikan sebagai substitusi penerimaannya.

"LRT juga sama seperti itu masalahnya. Hanya soal bagaimana menutup kerugian itu dari sebelah mana, dari anggaran apa, dari income apa, atau dari penerimaan apa kerugian itu yang harus dicari (gantinya). Akhirnya ketemu, yakni harus ditutup dari Electronic Road Pricing (ERP)," kata Jokowi.

"Itu ketemu (di ERP), ya sudah saya putuskan saat itu, dan itu adalah keputusan politik. Bahwa APBN atau APBD sekarang masih suntik Rp 800 miliar, itu adalah kewajiban karena itu adalah pelayanan. Jadi bukan perusahaan yang hanya menghitung soal untung dan rugi," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya