Portugal, dari Mimpi Buruk Kini jadi Kenangan Terindah Tuchel

Manajer Chelsea, Thomas Tuchel.
Sumber :
  • express.co.uk

VIVA – Manajer Chelsea, Thomas Tuchel, jadi salah satu sosok yang disorot usai The Blues memastikan gelar Liga Champions keduanya. Kini, Portugal tak lagi jadi mimpi buruk bagi Tuchel.

Pelatih Persib Bandung Harap Bobotoh Birukan Si Jalak Harupat di Final Liga 1

Chelsea menumbangkan Manchester City pada partai final yang dihelat di Estadio do Dragao, Portugal, dini hari tadi. Gol Tunggal Kai Havertz di menit 42 sudah cukup memberikan senyuman bagi Timo Werner cs di akhir laga.

Ini jadi gelar Liga Champions kedua bagi The Blues sepanjang sejarah klub. Trofi pertamanya mereka raih pada 2012 silam usai mengalahkan Bayern Munich di final.

Klubnya Degradasi, Legenda Manchester City Ingin Latih Bayern Munich

Kegembiraan jelas dirasakan seluruh skuad Chelsea. Terlebih, sang manajer Thomas Tuchel. Pria asal Jerman itu terlihat sangat antusias menyambut kemenangan ini.

Bagaimana tidak, ini merupakan pertama kalinya eks bos Borussia Dortmund merengkuh trofi 'Si Kuping Besar' sepanjang karier manajerialnya.

PT LIB Sebut Komunikasi dengan FIFA Jadi Kunci Sukses VAR di Championship Series Liga 1

Tak hanya itu, keberhasilan ini juga menjadi obat luka Tuchel yang sebelumnya pernah takluk di final Liga Champions.

Ya, masih segar di ingatan bagaimana musim lalu Paris Saint-Germain berhasil mencapai final Liga Champions. Kala itu, Tuchel masih menangani Neymar cs.

Dia berhasil membawa Les Parisiens untuk pertama kalinya ke final Liga Champions. Sial, mereka takluk dari Bayern lewat gol tunggal Kingsley Coman.

Dalam situasi yang tak normal lantaran berjalan di tengah pandemi yang masih tinggi, final musim lalu juga dipindahkan ke Portugal. Tapi, bertempat di Estadio da Luz, kandang Benfica.

Kini, kenangan buruk itu sudah bisa dihapus oleh Tuchel berkat kesuksesannya bersama Chelsea. Dalam laga final yang juga dihelat di Portugal.

Negara kelahiran Cristiano Ronaldo itu kini jadi kenangan indah bagi pelatih 47 tahun. Dalam waktu sekejap atau hanya berjarak semusim, dia mampu mengubah nasibnya menjadi lebih baik.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya