VIVA – Liga 1 2018 sudah memasuki pekan ke-9. Momen ini bertepatan pula dengan datangnya bulan Ramadan 1439 Hijriah. Jadwal yang sudah ditetapkan oleh PT Liga Indonesia Baru (LIB) selaku operator kompetisi tidaklah bersahabat.
Jika sebelum Ramadan, setiap tim bermain satu kali dalam sepekan. Kini, kenikmatan tersebut sudah tidak ada lagi. Jeda empat hari antara pertandingan satu ke yang lain harus dijalani.
Bukan cuma itu saja, setiap tim juga harus bermain pada pukul 21.00 di daerah masing-masing. Hal itu menyusul penyesuaian dengan waktu orang-orang selesai menjalankan ibadah shalat tarawih.
Beberapa tim sudah coba beradaptasi dengan jadwal yang ada. Mereka melangsungkan latihan pada malam hari agar nantinya para pemain tidak terkejut dengan kondisi yang dialami.
"Saya mengubah porsi latihan demi membiasakan tubuh pemain bekerja di pukul 20.00 hingga 22.00 WIB. Biasanya, di jam ini, pertandingan sudah selesai dan pemain harus punya rutinitas baru," kata pelatih Bhayangkara FC, Simon McMenemy.
Namun, pendapat berbeda diutarakan oleh pelatih fisik PSMS Medan, Suwanda. Dia mengatakan latihan malam hari akan mengganggu metabolisme saat para pemain makan.
"Kalau saya punya metode dalam bulan puasa tetap latihan pada pukul 16.30 WIB. Jadi tidak ada latihan malam karena metabolisme pada saat makan akan terganggu. Istirahat pemain juga terganggu," tutur Suwanda.
Perbedaan metode latihan tentu hal yang biasa, karena persepsi dalam kepala setiap pelatih akan berbeda. Lantas bagaimana mereka dalam menanggapi intensitas pertandingan yang padat?
Selanjutnya...