Lulus dari 'Sekolah' di Markas Huawei, Mahasiswa Indonesia Mau Apa?

Huawei.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Amal Nur Ngazis

VIVA – Setelah dua pekan menjalani 'sekolah' di markas pusat Huawei di China dalam program Seeds for the Future 2018, 10 mahasiswa Indonesia dari berbagai universitas akhirnya diwisuda oleh Huawei.

Usulan Kejaksaan Izinkan Lima Smelter Perusahaan Timah Tetap Beroperasi Disorot

Selama dua pekan di China, mulai 25 Agustus hingga 7 September 2018, 10 mahasiswa Indonesia mengunjungi dua kota yakni Beijing dan Shenzen. Pekan pertama, mereka berkunjung ke Beijing dan pekan kedua mereka terbang ke kantor pusat Huawei di Shenzen.

Di Beijing, mereka belajar serta pelatihan budaya dan bahasa Mandarin di kampus Beijing Languange and Culture University (BLCU). Sedangkan di Shenzen, mereka berkunjung ke 'dapur' Huawei untuk praktik pengembangan solusi teknologi perusahaan tersebut.

Apes, Karyawan Diler Bikin Ferrari F40 Seharga Rp51 Miliar Ringsek Parah

Dalam sambutan kelulusannya, Vice President Global Government Huawei, David Harmon menekankan teknologi, informasi dan komunikasi (YIK) memiliki kunci pada era saat ini. Hormon mengatakan TIK telah mengubah industri, dunia pendidikan sampai berkontribusi bagi perkembangan perekonomian negara di dunia. 

Mahasiswa Indonesia yang diwisuda dan mendapatkan sertifikat dari Huawei bakal mengembangkan pengalaman yang mereka petik selama sekolah di Huawei.

Kasus TPPO Mahasiswa di Jerman, Polri Ajukan Red Notice ke Interpol

"Kami memang masih dalam level seed, tapi kami terus tumbuh untuk menjadi pemimpin besar. Kami ingat bahwa to go far do collaboration dan to go big do learn," ujar salah satu mahasiswa Indonesia dari Universitas Telkom Bandung, Marcus Galenius, dalam sambutannya di Shenzhen, China, Jumat 7 September 2018. 

Bukan hanya Marcus saja yang merasakan perlu menerapkan pengalaman belajar bersama Huawei saat pulang ke Tanah Air. Delia Hayatul Millah dari Universitas Padjajaran mengatakan setelah lulus dari Huawei, ingin menularkan kultur disiplin kerja karyawan Huawei. Dia ingin budaya dan kecanggihan yang ada pada perusahaan tersebut bisa diterapkan saat nanti dia bekerja.

Delia merasakan, ada yang begitu menonjol dari nuansa kehidupan karyawan di Huawei.

"Orang-orangnya di sini kompetitif dan bekerja keras dan bisa melakukan berbagai hal atau multitasking. Dengan kultur seperti ini maka orang akan berkembang dan tak monoton," jelas Delia.

Kultur gila kerja karyawan Huawei mendapat dukungan dari perusahaan teknologi tersebut. Delia mengatakan, di markas pusat Huawei, perusahaan menyediakan tempat istirahat alias tidur bagi karyawan. Dengan fasilitas seperti ini, maka karyawan bisa optimal bekerja. Mereka bisa mengatur kapan istirahat dan langsung bekerja kembali.

"Kalau istirahat sejam saja, mereka sudah refresh lagi," kata dia. Kultur tak jauh beda juga terlihat dari kehidupan di kampus BLCU. Dia melihat orang-orang di kampus BLCU rata-rata antusias untuk mengikuti kegiatan di kampus tersebut.

Sedangkan dari sisi teknologi, Delia mendapatkan beberapa gambaran tentang masa depan TIK. Di antaranya, teknologi smart home, smart city, sampai bagaimana pengawasan kota bisa optimal dengan memanfaatkan teknologi kamera CCTV pada Command Center, smart city, Selain itu teknologi deteksi wajah Huawei juga mendapat perhatian dari Delia. 

"Teknologi ini setidaknya bisa menekan angka kriminalitas," katanya. Program Seeds for the Future tahun ini merupakan batch enam yang diikuti oleh 83 negara.

Huawei telah mengadakan program tersebut sejak 2013. Selama lima tahun terakhir Huawei telah memberi kesempatan kepada hampir 100 mahasiswa universitas dan politeknik di Indonesia.

Mahasiswa Indonesia yang mengikuti program ini yaitu Gede Aditya Pratama (ITB), Fatihah Ulya Hakiem (ITS), Hibatul Ghazi Zulhasmi (UGM), Elsanyn Dhecma Dhalih Cahaya Faatira (UGM), Delia Hayatul Millah (Unpad), Fazlur Rahman (Unpad), Gusti Ayu Amanda Gita (UI), Jonathan (UI), Stefani Dian Hutami (Undip), Marcus Galanius (Universitas Telkom).

Selain mahasiswa Indonesia, program ini juga diikuti oleh berbagai negara di dunia, yakni kelompok mahasiswa Jepang dan Meksiko.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya