Jangan Omong Keamanan Data Pribadi jika Pengguna Masih Sembrono

Ilustrasi data pribadi dan password.
Sumber :
  • www.pixabay.com/TBIT

VIVA – Perilaku pengguna internet dan regulasi dari pemerintah menjadi faktor penting terhadap terwujudnya keamanan siber. Walaupun telah ada teknologi canggih Kriptografi, sistem ini tak bisa diandalkan sepenuhnya jika pengguna sendiri masih tak berhati-hati.

Pengguna Internet di Indonesia Tinggi, tapi Bukan Tanpa Masalah

Kriptografi disebut juga sandisastra, merupakan keahlian dan ilmu untuk mewujudkan komunikasi aman di internet tanpa celah kehadiran pihak ketiga.

Peneliti Pusat Penelitian Informatika LIPI, Rifki Sadikin mengatakan, secara teori Kriptografi dijamin keamanannya. Teknologi ini memungkinkan hanya pengirim dan penerima saja yang bisa membuka informasi dengan sandi kunci.

Peluang Edukasi Gratis, Kemenkominfo Buka Workshop Literasi Digital untuk Masyarakat

Namun, tetap saja. Teknologi tidak lepas dari faktor human sebagai pengguna. “Kalau perilaku penggunanya masih serampangan juga kemudian dari regulasi belum menjamin jadi, ya, seperti ini,” kata Rifki dalam acara Millennials Talks: Inspiring Science Generation, di kantor LIPI, Jakarta, Senin, 4 Maret 2019.

Maksud Rifki adalah kadang pengguna secara sengaja membagikan data pribadi mereka di dunia maya, seperti nomor telepon ataupun lokasi keberadaan mereka. Hal ini sebenarnya dapat mengancam keamanan data pribadi pengguna.

Cara Mudah Bersihkan Browser Internet di HP Android

Selain itu, untuk memperketat perlindungan privasi, perlu juga didukung regulasi. Rifki mencontohkan, misalnya di Uni Eropa, berlaku peraturan General Data Protection Regulation (GDPR). Aturan mengenai privasi ini menjadi cara untuk menghormati pengguna di internet.

“Sekarang di dunia baru di Eropa (yang memiliki aturan soal keamanan data pribadi). Jadi enggak bisa tuh aplikasi tiba-tiba ngambil semua data kita itu, bisa dituntut,” kata dia.

Ketidakpedulian pengguna terhadap keamanan siber terlihat juga dari perilaku mudah mengunduh sebuah aplikasi melalui link yang diragukan keamanannya. Link tersebut biasanya disebar via email atau di media sosial.

Selain itu, pengguna juga masih membuat password yang sangat mudah ditebak sehingga berpotensi terjadi peretasan. “Kadang-kadang password-nya tanggal lahir padahal di KTP kita tanggal lahir kita bisa kelihatan. Atau password-nya 12345678. Jadi kadang-kadang kita sendiri enggak aware. Kita harus menjaga privasi kita,” ujarnya. (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya