Pemerintah Diminta Fokus Kembangkan SDM Digital

Data center.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang menguasai kemampuan teknis dalam mengelola pusat data (data center) menjadi salah satu tantangan terbesar dalam pengadaan pusat data nasional sebagai upaya menjaga ketahanan digital dan mempercepat transformasi digital yang dicanangkan Presiden Joko Widodo.

Menkominfo ingin Data Center Indonesia Mendunia

Ketua Umum Asosiasi Data Center Indonesia (IDPRO) Hendra Suryakusuma menyampaikan bahwa tantangan terbesar dalam pembangunan dan pengelolaan data center terletak pada SDM, karena hampir 73 persen kegagalan atau downtime operasional data center ini disebabkan oleh personal yang tidak mumpuni.

"Kami di industri pun merasa kekurangan SDM yang mumpuni. Karena itu, kami bekerja sama dengan Fakultas Teknik Elektro Universitas Indonesia agar bisa memiliki kurikulum khusus data center," ungkapnya, Rabu, 30 Juni 2021.

Data Center Ini Ngakunya Paling Hemat Energi se-Jakarta

Hendra menilai Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo gagal menjalankan fungsinya membangun SDM yang mumpuni lantaran hanya fokus pada pembangunan infrastruktur yang sebenarnya merupakan ranah pelaku usaha.

"Kominfo sebagai regulator harusnya mendukung penyelenggara data center nasional dengan meningkatkan kapasitas dan kapabilitas industri. Bukan menjadi pesaing pelaku industri yang sudah berinvestasi," tutur dia.

'Membaca Nasib' Data Center di Indonesia

Terkait kapasitas yang dimiliki oleh industri data center saat ini, ia menyampaikan bahwa pada awal didirikan pada 2016 kapasitas data center milik anggotanya sebesar 38 megawatt (MW) dan hingga per bulan ini sudah menjadi 72 MW.

Hendra memperkirakan akhir tahun ini kapasitasnya menjadi 120 MW dan hampir semua anggota IDPRO membangun kapasitas baru setiap tahunnya. Meski begitu, ia menyayangkan bahwa selama ini pemerintah belum melibatkan industri data center nasional dalam perencanaan pemenuhan kebutuhan pusat data nasional.

“Sejauh ini belum ada diskusi mengenai kebutuhan berapa besar kapasitas pusat data nasional. Jika kita dilibatkan maka kita bisa siapkan kapasitasnya sehingga pemerintah tidak perlu membangun lagi," paparnya.

Dalam kesempatan yang sama, Chairman Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Ardi Sutedja berpendapat jika pengadaan SDM untuk pengelolaan data center tidaklah murah. Ia mencontohkan Pusat Komando Siber Nasional AS yang membutuhkan lima tahun untuk membangun SDM mumpuni padahal anggarannya berlimpah dan infrastrukturnya juga lengkap.

"Jadi, dalam pengadaan pusat data nasional ini tidak sesederhana bahwa ini ada anggarannya. Tapi siapa yang menjalankannya? Mana SDM-nya? Peningkatan kemampuan SDM ini penting terlebih untuk mencegah kebocoran data," tegas dia.

Ardi mengingatkan jangan mentang-mentang ada anggaran jadi tinggal bangun saja. Akan tetapi lupa ada industri yang sudah membangun kapasitas besar untuk data center dan akhirnya idle.

"Ini akan menjadi persoalan karena teknologi itu umurnya pendek. Jika pemerintah membangun data center sendiri, maka dalam beberapa tahun ke depan teknologinya sudah dipastikan akan tertinggal dari data center pelaku usaha," jelasnya.

Tak hanya itu. Pembangunan infrastruktur tanpa mempertimbangkan dengan matang kondisi di industri akan berisiko menjadi beban bagi pemerintah. Apalagi dengan pendanaan yang bersumber dari pinjaman luar negeri.

Palapa Ring salah satu contohnya. Infrastruktur yang digadang-gadang akan menghubungkan masyarakat dari Sabang hingga Merauke dengan internet ternyata tidak termanfaatkan dengan baik. Jika dibandingkan dengan kapasitas fiber optik yang tergelar, pemerintah baru bisa mengutilisasi kurang dari 10 persen.

Ia juga mempertanyakan mengapa pemerintah tidak memberdayakan data center milik pelaku usaha nasional. Data center yang dimiliki pelaku usaha sudah mampu memenuhi spesifikasi pusat data naisonal.

"Kapasitasnya pun tersedia. Pola pikir reinventing the wheel yang selama ini diterapkan pemerintah adalah ancaman serius bagi kemajuan bangsa dan negara. Kami khawatir apabila ada campur tangan asing dalam pembangunan pusat data nasional. Siapa yang bertanggung jawab kalau terjadi peretasan dan kebocoran data," tutur Ardi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya