Energi Terbarukan Butuh Investasi Waktu, SDM dan Teknologi

Ilustrasi sumber energi terbarukan.
Sumber :
  • ANTARA

VIVA – Isu keberlanjutan menjadi isu yang krusial dan teramat penting dewasa ini. Bagi sebagian kalangan, keberlanjutan bahkan menjadi isu tiada akhir yang terus mendapat perhatian dan pengelolaan dari waktu ke waktu.

Ekonomi Global Diguncang Konflik Geopolitik, RI Resesi Ditegaskan Jauh dari Resesi

Bagi dunia usaha, isu mengenai keberlanjutan menjadi bukan hanya menciptakan proses bisnis yang memastikan keberlanjutan lingkungan, baik lingkungan alam maupun sosial, tetapi juga sekaligus merupakan bagian dari memastikan keberlanjutan bisnis perusahaan.

Ketua Tim Ahli Kementerian Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengatakan setiap industri tentu memiliki standardisasinya sendiri-sendiri.

Penyewaan Kendaraan Listrik Laris Manis, Total Aset TBS Energi Utama 2023 Naik 5,4 Persen

"Salah satu yang menjadi semangat Sustainable Development Goals (SDGs) bukanlah regulasi. Tapi, yang ditetapkan itu tujuan, caranya kembali ke pelaku industri sesuai dengan karakteristik masing-masing,” kata dia, Kamis, 18 November 2021.

Setidaknya, menurut Bayu, ada dua hal mengenai komitmen pemerintah terkait isu keberlanjutan.

Heru Budi Apresiasi Kerja Sama Proyek MRT dengan Jepang, Nilainya Rp11 Triliun

Pertama, Rencana Aksi Nasional (RAN) SDGs yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo. Kedua, Green Economy Initiative.

“Nah, yang kedua ini low carbon development process bahkan menjadi bagian dari kerja sama internasional dalam menyusunnya,” terang Bayu.

Ia juga menekankan persiapan terkait teknologi jangka panjang, yang akan menjadi bagian tidak terpisahkan dari isu keberlanjutan.

“Kalau disebut 10-15 tahun mendatang, artinya anak SD sekarang harus sudah disiapkan karena 15 tahun lagi mereka sudah lulusan sarjana. Jadi, investasi waktu, investasi SDM, dan investasi riset itu sangat kritikal. Teknologinya harus disesuaikan dengan negara kita, dan harus kita pula yang mengembangkannya," tegas Bayu.
Pada kesempatan yang sama, SVP Strategy & Investment PT Pertamina (Persero), Daniel S. Purba, mengaku sudah menyusun Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) setiap lima tahun. Meski begitu, proyeknya bisa sampai 10-20 tahun. Ia mencontohkan renewable energy (energi terbarukan) yang secara portofolio bisnis masih satu persen.

"Memang masih sangat kecil. Tapi kita sudah rencanakan dalam 10 tahun ke depan, atau tahun 2030, kita sudah proyeksikan sampai 17 persen. Ini jawaban atas respons energi transisi yang merupakan bagian keberlanjutan perusahaan,” tuturnya.

Apa yang dipaparkan Daniel mengenai energi terbarukan juga menjadi perhatian PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Edwin Nugraha Putra, EVP Electricity System Planning PLN, menyebut sudah melakukan dua pendekatan konseptual terkait penggunaan energi dalam pembangkitan listrik yang sangat tergantung dari perkembangan teknologi.

Pertama, pembangkit-pembangkit listrik bertenaga fosil yang sudah dibangun PLN. Jika PLN melakukan pembangunan-pembangunan pembangkit dengan energi fosil yang mendukung dan memang diperlukan demi pemenuhan kebutuhan listrik, maka bisa dipahami mengingat banyaknya sumber energi dari batu bara dan gas yang dimiliki Indonesia.

"Yang kami lakukan kemudian adalah menerapkan teknologi-teknologi terkini yang bisa mereduksi tingkat emisi sehingga keberadaan pembangkit tersebut tidak berkontribusi besar dalam hal pencemaran lingkungan," jelas dia.

Pendekatan kedua adalah PLN tidak mungkin menafikan kehadiran sumber-sumber energi terbarukan sebagai energi pembangkit listrik. Terkait hal ini, PLN, melalui Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL), telah memasukkan energi terbarukan di dalamnya.

"Penggunaan renewable energy, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), saat ini memang masih menghadapi tantangannya sendiri, terutama terkait intermentensi yang tinggi," ungkap Edwin.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya