Pengadilan Ingin Pakai Kecerdasan Buatan, Pengacara Waswas

Kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Sumber :
  • Analytics Insight

VIVA – Pengadilan Sabah dan Sarawak, keduanya di Malaysia, sedang melakukan uji coba alat kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) untuk rekomendasi penerapan hukuman.

Geger Vaksin COVID-19 AstraZeneca Berikan Efek Samping Cedera Serius Hingga Kematian

Teknologi perangkat lunak itu dikembangkan oleh Sarawak Information Systems, sebuah BUMN milik Pemerintah Negara Bagian di Malaysia, yang mengaku telah mengadakan konsultasi selama proses tersebut dan mengambil langkah-langkah untuk mengatasi beberapa masalah yang diangkat.

Di seluruh dunia, penggunaan AI atau kecerdasan buatan dalam sistem pengadilan berkembang pesat. Mulai dari aplikasi seluler pengacara chatbot DoNotPay hingga hakim robot di Estonia yang mengadili kasus kecil hingga mediator robot di Kanada dan hakim AI di pengadilan China.

840 Ribu Orang Indonesia akan Digembleng

Pihak berwenang mengatakan sistem berbasis AI membuat hukuman lebih konsisten serta dapat membuat kasus lebih cepat berjalan dan murah, membantu semua pihak dalam proses hukum untuk menghindari litigasi yang panjang, mahal, dan membuat stres.

Lebih dari sepertiga responden pemerintah dalam survei global tahun lalu oleh firma riset Gartner mengindikasikan bahwa mereka berencana untuk meningkatkan investasi dalam sistem yang didukung AI termasuk chatbot, pengenalan wajah, dan penambangan data lintas sektor.

Samsung Experience Lounge Hadir di Jakarta, Semua Serba Pakai AI

Bulan ini, otoritas federal Malaysia bertujuan untuk menyelesaikan uji coba nasional alat hukuman kecerdasan buatan, yang mereka katakan dapat meningkatkan kualitas penilaian. Tapi belum sepenuhnya jelas bagaimana mereka akan digunakan di pengadilan.

Seorang juru bicara Mahkamah Agung Malaysia mengatakan penggunaan AI di pengadilan 'masih dalam tahap persidangan'. Meski begitu, ia menolak untuk berkomentar lebih lanjut, menurut situs The Star, Senin, 18 April 2022.

Kendati demikian, kritikus memperingatkan teknologi tersebut tidak memiliki kemampuan hakim untuk mempertimbangkan keadaan individu atau beradaptasi dengan perubahan adat istiadat sosial.

"Dalam menjatuhkan vonis, hakim tidak hanya melihat fakta-fakta perkara tapi mereka juga mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan menggunakan kebijaksanaannya. AI (kecerdasan buatan) tidak bisa melihat itu (kebijaksanaan)," ungkap Pengacara Hamid Ismail.

Mempertimbangkan faktor-faktor yang memberatkan dan meringankan membutuhkan pikiran manusia, menurut Charles Hector Fernandez, seorang pengacara hak asasi manusia Malaysia.

"Hukuman juga bervariasi dengan perubahan zaman dan perubahan opini publik. Kami membutuhkan lebih banyak hakim dan jaksa untuk menangani beban kasus yang meningkat. AI tidak bisa menggantikan hakim manusia," tegas dia.

Patty Kusnandar (berdiri) dan Adrian Lesmono dari NVidia.

Banyak Pilihan Inovasi Generative AI NVidia

Raksasa teknologi Amerika Serikat (AS), NVidia, memasuki era generative AI PC setelah beberapa dekade menguasai segmen grafis untuk PC.

img_title
VIVA.co.id
3 Mei 2024