Kisah Mualaf Putri Raja Bali, Wafatnya Keluarkan Aroma Harum Semerbak

Makam Raden Ayu
Sumber :

VIVA – Kisah mualaf bisa datang dari mana saja, salah satunya seorang putri Raja Bali yang bernama Gusti Ayu Made Rai. Lahir dari kepercayaan Hindu, putri mahkota seorang raja di Bali justru lebih memilih untuk mualaf atau memeluk agama Islam.

Kisah Mualaf Jorvan Vieira Pelatih Timnas Irak yang Berhasil Membawa Timnya Menjuarai Piala Asia

Tidak dipungkiri mayoritas masyarakat yang menetap dan memiliki beberapa keturunan di Bali menganut agama Hindu. Tapi seorang putri Raja Bali justru memilih agama dan kepercayaan Islam. 

Memiliki paras yang cantik dan menawan, membuat sosok putri mahkota raja satu ini menjadi kembang kerajaan. Wajahnya nun ayu membuat para pendiri kerajaan Bali berbondong-bondong dan saling berlomba untuk mendapatkan hati Gusti Ayu Made Rai.

Menakjubkan, 187 Pria dan Wanita Masuk Islam di Masjid Gtown Philadelphia Amerika

Kendati banyak pria yang berusaha ingin mencuri hati dan pandangannya, namun putri mahkota seorang raja ini justru menjatuhkan hatinya pada Raja Bangkalan Madura bernama Pangeran Cakraningrat IV.

Keduanya pun akhirnya resmi menikah dan memutuskan kembali ke Bangkalan. Acara proses pernikahannya pun berlangsung dengan menggunakan tata cara dan syariat Islam. Pada waktu itu, Gusti Ayu Made Rai pun memutuskan menikah dengan pujaan hatinya.

Kisah 2 Pemuda Mualaf yang Bikin Geger, Orang Sekampungnya Auto Masuk Islam

"Beliau menikah dengan Raja Bangkalan Madura yang bernama Pangeran Cakraningrat IV," kata Pemangku, juru kunci makam keramat Raden Ayu Pamecutan atau Raden Ayu Siti Khotijah, seperti dikutip dari kanal YouTube Islam Trending TV, Jumat (24/12/2021), melansir dari muslimahdaily.com.

Putri mahkota Raja pun setelah menikah memutuskan mengganti nama menjadi Raden Ayu Siti Khotijah. Setelah menjadi mualaf, pribadinya begitu taat akan perintah Allah SWT, terutama menunaikan ibadah sholat lima waktu.

Dalam pernikahannya ini Raden Ayu rupanya menjadi istri keempat dari Pangeran Cakraningrat IV. Di mana saat itu usia suami dari Raden Ayu berumur lebih dari 55 tahun.

Suatu saat Raden Ayu pun meminta izin kepada suami untuk hendak pulang ke Bali lantaran begitu merindukan sosok sang ayah dan ibu. Kebetulan saat itu sedang berlangsung upacara agama yang diselenggarakan Kerajaan Pemecutan dan dimanfaatkan Raden Ayu untuk kembali ke kampung halaman.

Setelah meminta izin, akhirnya Raden Ayu pun diberi izin oleh sang suami. Tidak hanya sekadar memberi izin, sang suami juga memberi doa dan 20 orang pengawal serta 20 dayang-dayang perempuan untuk menemani sang istri pulang ke kampung halaman.

Setelah itu berangkatlah mereka dari Bangkalan menuju Denpasar Bali. Sesampainya di Istana Pemecutan, Raden Ayu tidur di istana. Sedangkan para pengawal dan dayang-dayang lainnya tidur di taman kerajaan.

Raden Ayu yang sudah memeluk agama Islam pun tak lupa menunaikan ibadah sholat lima waktu di Merajan Istana, tempat sucinya umat Hindu.

Pada saat sang putri mahkota menunaikan sholat Maghrib, tidak ada satupun yang mengetahui bagaimana cara umat Muslim beribadah pada Tuhannya. Sehingga semua yang melihat Raden Ayu beribadah, malah diduga sedang melakukan ilmu hitam.

Sontak saja, Patih kerajaan pun langsung melaporkan hal tersebut pada Raja Pemecutan yang di mana dia adalah ayah dari Raden Ayu sendiri.

Mendengar hal tersebut, sang raja pun dibuat tercengang dan marah. Bahkan, ayahnya memerintahkan pada suruhannya untuk membunuh anaknya sendiri Raden Ayu.

Kemudian, Raden Ayu Siti Khotijah pun dibawa paksa ke depan Pura Kepuh Kembar. Di mana Raden Ayu yang sudah memiliki firasat akan dibunuh, lalu meninggalkan pesan pada orang-orang kerajaan termasuk ayahnya sendiri. 

Raden Ayu menyampaikan, jika apa yang dilakukannya itu merupakan caranya orang Islam beribadah. Raden Ayu pun sontak meminta agar tidak dibunuh dengan benda tajam karena itu hanya buang-buang waktu saja.

"Pakailah cucuk konde saya ini yang telah disatukan dengan daun sirih dan diikat benang Tridatu, benang tiga warna yakni putih, merah, dan hitam," cerita Pak Mangku.


Raden Ayu pun meminta Patih kerajaan untuk melemparkan cucuk kondenya ke dada sebela kiri dirinya. Raden Ayu mengatakan, jika tubuhnya mengeluarkan asap berbau busuk saat meninggal maka Patih boleh membuang mayatnya dengan sembarang.

Namun jika sebaliknya, dirinya mengeluarkan bau harum yang semerbak maka Patih diminta untuk membuatkan tempat suci yang disebut keramat.

Dan ternyata, setelah cucuk konde itu ditancapkan ke dada sebelah kiri Raden Ayu, tubuhnya pun sontak mengeluarkan bau asap dan aroma yang harum semerbak. Bahkan, seluruh lingkungan kerajaan membenarkan hal tersebut.

Setelah Raden Ayu tidak bernyawa lagi, sang raja pun mengaku menyesal dengan keputusannya yang gegabah itu. Raden Ayu Siti Khotijah pun akhirnya dibuatkan tempat suci yang disebut keramat, sesuai dengan permintaannya sebelum dibunuh. 


Begitu jasadnyah dimakamkan, seketika waktu tumbuhlah sebatang pohon dengan tinggi 50 sentimeter di tengah makam. Pohon itu telah dicabut sampai tiga kali, namun pohon itu tumbuh lagi dan tumbuh. Sungguh luar biasa sekali kisah Raden Ayu ini. Semoga kita bisa memetikan hikmah dari setiap kisah yang terjadi di dalam hidup.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya