Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja: Ada 2,9 Juta Kematian Akibat Ini

Ilustrasi bekerja di kantor.
Sumber :
  • inmagine

VIVA – Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Sedunia diperingati setiap tanggal 28 April setiap tahunnya. Tahun ini tentu dimaknai secara berbeda, karena kita masih diselimuti pandemi COVID-19. 

Puluhan Korban Banjir dan Longsor di Luwu yang Terisolasi Dievakuasi dengan Helikopter

Direktur Regional Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) Asia-Pasifik, Asada Miyakawa, mengatakan, krisis akibat Pandemi COVID-19 telah membawa banyak tantangan untuk memastikan keselamatan dan kesehatan di tempat kerja, serta mengingatkan semua pihak akan pentingnya sistem keselamatan dan kesehatan kerja yang kuat dan tangguh.

Asada menuturkan, dialog sosial antara pemerintah, organisasi pengusaha dan pekerja, dapat memainkan peran penting dalam merespons pandemi di negara dan sektor di seluruh kawasan. Selain itu, dialog sosial juga berperan penting dalam mencapai kesepakatan tentang langkah-langkah praktis, hemat biaya dan berkelanjutan dalam melindungi pekerja dari risiko kesehatan dan keselamatan.

Penyakit Kronis Jangan Diabaikan, Ini Gejala Meningitis yang Bisa Terjadi pada Jemaah Haji dan Umrah

“Dialog sosial telah membangun rasa memiliki dan komitmen, membuka jalan menuju penguatan kerjasama untuk implementasi tindakan yang cepat dan efektif di setiap tingkat,” kata Asada dalam Webinar Nasional Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja Sedunia 2022, Kamis 28 April 2022. 

Ilustrasi bekerja di kantor

Photo :
  • Pixabay
Korban Banjir Bandang Brasil Bertambah Menjadi 83 Orang

Direktur Jenderal Pengawasan Ketenagakerjaan dan K3, Kementerian Ketenagakerjaan, Haiyani Rumondang pun senada. Menurut dia, budaya dan sistem K3 yang baik itu apabila dihargai, diyakini, serta didukung oleh seluruh elemen perusahaan. Dan salah satu cara untuk membangun hal tersebut adalah dengan menciptakan partisipasi serta dialog sosial.

Menurut Haiyani, melalui dialog sosial maka semua pihak akan merasa memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan K3, sehingga bisa menjadi budaya yang dapat dilaksanakan di tempat kerja secara berkelanjutan. Terlebih, lanjut dia, saat ini Indonesia dihadapkan dengan bonus demografi, sehingga dalam konteks K3, kaum muda menjadi pilar penting produktivitas yang harus dijaga.

“Data menunjukkan usia terbanyak yang mengalami kecelakaan kerja adalah kelompok usia muda 20-25 tahun. Ini memberikan sinyal bahwa usia muda berpotensi dan mungkin kurang mengetahui informasi mengenai K3. Diperlukan pendekatan dan sosialisasi K3 lebih intensif,” tuturnya. 

Haiyani menegaskan, semua pihak perlu bertanggung jawab mengawasi pelaksanaan K3, agar sistem manajemen K3 sebagaimana mandat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 dapat dijalankan dan diterapkan secara efektif.  

Ilustrasi wanita bekerja di kantor.

Photo :
  • Pixabay

Kemudian, Spesialis K3 ILO Yuka Ujita menambahkan, dialog sosial mengenai K3 perlu terus didorong mengingat data global dari International Commission on Occupational Health (ICOH) menunjukkan bahwa setiap tahun ada 2,9 juta kematian yang disebabkan oleh kecelakaan akibat kerja.

Ia menjelaskan, 80 persen dari kematian tersebut karena penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan dan 20 persen karena cedera akibat kerja. Selain itu, ada 402 juta orang mengalami cedera kerja yang sifatnya non-fatal di dunia.

Yuka menuturkan, berbagai bentuk dialog sosial yang dapat dibangun yakni melalui dialog tripartit. Kemudian, tripartit ‘plus’ yakni melibatkan semua pihak seperti (Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Serta hubungan bipartit, yakni antara buruh dan manajemen atau pengusaha dan pekerja.

“Saya ingin tekankan bahwa angka kematian yang sangat besar ini, serta cedera ini, semua dapat dicegah. Kita bisa berkontribusi dari sisi pencegahan kematian atau cedera tersebut, serta penyakit yang ditimbulkan,” pungkas Yuka.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya