Cegah KLB Gizi Buruk di Papua dengan Edukasi Olah Pangan

Anak-anak yang terkena campak dan gizi buruk di Kabupaten Asmat
Sumber :
  • Puspen TNI

VIVA – Status Kejadian Luar Biasa (KLB) campak dan gizi buruk di Asmat, Papua, sudah resmi dicabut. Meski begitu, pendekatan keluarga untuk meningkatkan status gizi masyarakat tetap harus dilakukan dengan tepat.

4 Faktor Utama Penyebab KLB Campak dan Gizi Buruk Asmat

Indonesia memiliki beragam budaya yang ada di tiap daerahnya. Sama seperti di Papua, keragaman budaya dan pangannya juga sangat kaya raya. Hal ini yang seharusnya ditingkatkan untuk mencegah terjadinya KLB di Papua.

"Pendekatan kesehatan di Asmat lebih ke arah rehabilitatif disertai kuratif. Ini tentunya kembali ke pendekatan secara sosio-ekologis," ujar Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Kesehatan, Sitti Hikmawatty di gedung KPAI, Jakarta, Selasa 6 Februari 2018.

Pasca KLB Campak, Jokowi Akan Kunjungi Asmat

Menurut Sitti, penting untuk mulai memberikan edukasi terkait pemberian nutrisi sejak janin di dalam kandungan. Sebab, di usia hingga dua tahun, tumbuh kembang otak dan tubuh anak harus diberikan nutrisi secara optimal.

"Nutrisi diberikan tapi disesuaikan dengan budaya di Papua. Kami enggak mungkin memberi pasokan nasi terus-menerus ke sana. Jadi diperlukan diversifikasi pangan yang sesuai dengan kebudayaan di sana seperti manfaatkan sagu dan umbi-umbian," tuturnya.

Cegah Campak dan Gizi Buruk, Warga Asmat Di-sweeping

Sejalan dengan itu, Kasubdit Penanggulangan Masalah Gizi Kementerian Kesehatan RI, Marina Damajanti, mengatakan bahwa pangan yang ada di Papua harus mampu dimanfaatkan dan dikembangkan dengan baik. Tak hanya itu, sumber air bersih juga harus ditingkatkan untuk mencegah terjadinya gizi buruk disertai infeksi.

"Kami ajak warga Papua untuk menanam daun kelor agar bisa dikonsumsi nantinya. Tapi, kesulitannya, kami masih membutuhkan teknologi untuk menyuling air agar menjadi jernih," papar Marina.

Bayi baru lahir.

Masalah Gizi di Indonesia Timur Semakin Membaik

Prevalensi stunting di NTT menurun sebanyak 9.1 persen.

img_title
VIVA.co.id
31 Januari 2019