Kabar Baik, Plasma Darah Pasien COVID-19 yang Sembuh Aman Digunakan

Ilustrasi virus corona/COVID-19.
Sumber :
  • Freepik/freepik

VIVA – Para peneliti di New York, AS menemukan bahwa pasien virus corona yang menerima transfusi plasma darah dari pasien COVID-19 yang sembuh, mendapati bahwa pengobatan tersebut cenderung aman digunakan.

Pilkada 2024 Berbeda dan Lebih Kompleks dibanding Pilkada Serentak Sebelumnya, Menurut Bawaslu

Penelitian yang dilakukan terhadap 20 ribu pasien yang dirawat di rumah sakit karena COVID-19, yang diterbitkan dalam Mayo Clinic Proceedings, menunjukkan pemberian plasma darah kepada orang-orang di awal sakit mungkin bermanfaat. 

"Upaya kami untuk memahami plasma terus berlanjut. Kami optimis, tetapi harus tetap objektif karena kami menilai ada peningkatan jumlah data," kata pemimpin penelitian, Michael Joyner dari Mayo Clinic di AS, dikutip Times of India, Jumat, 19 Juni 2020. 

KPK Periksa Anggota DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus soal Dugaan Korupsi APD di Kemenkes

Mereka melaporkan, transfusi dilakukan selama 7 hari, yaitu antara 3 April dan 11 Juni 2020, terhadap pasien rawat inap yang dianggap berisiko berkembang menjadi kondisi parah atau mengancam jiwa. 

Hasil temuan menunjukkan, angka kematian selama 7 hari turun menjadi 8,6 persen dibandingkan dengan studi sebelumnya yang dilakukan pada 5.000 pasien yang ditransfusikan dengan hasil 12 persen. Efek samping serius juga menurun menjadi kurang dari 1 persen. 

Singapore PM Lee Hsien Loong to Resign After Two Decades on Duty

Laporan ini mengungkapkan penurunan mortalitas yang muncul seiring dengan ketersediaan plasma yang lebih cepat untuk digunakan. Namun, penulis mengingatkan ini saja tidak memberikan bukti tentang efektivitas plasma konvalesen untuk mengobati virus corona.

Pada saat ini, terapi plasma konvalesen adalah satu-satunya terapi berbasis antibodi untuk COVID-19. Para peneliti mengatakan, sementara tingkat kematian telah menurun, pada akhir penelitian pasien kritis juga berkurang. 

Mereka juga mengatakan, penurunan mungkin sebagian disebabkan karena ada perbaikan perawatan medis berdasarkan peningkatan pengetahuan selama pandemi. Selain itu, ada lebih banyak pasien yang menerima plasma lebih awal.

Tim peneliti mencatat, jumlah donor cukup untuk memenuhi sebagian besar permintaan dibanding Maret 2020 lalu. Juga, karena donor dilakukan lebih cepat, hal ini lebih memungkinkan plasma mengandung antibodi penawar.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya