-
VIVA – Pandemi COVID-19 yang melanda selama setahun terakhir, membuat masyarakat harus lebih banyak aktivitas di dalam rumah. Kendati demikian, rasa jenuh pun kerap hadir dan memaksa masyarakat untuk akhirnya melanggar prokes hingga timbul pandemic fatigue.
Adaptasi di masa pandemi menimbulkan beragam hal baru, termasuk adanya kultur digital. Diakui Sosiolog, Daisy Indira Yasmine, cara itu digunakan sebagai adaptasi di masa krisis dan berubahnya pusat kegiatan menjadi di rumah.
"Kedua hal yang menjadi faktor penentu apakah kita bisa beradaptasi dengan perubahan ini. Kedua hal ini juga menjadi faktor berapa lama kita bisa beradaptasi," tutur Daisy, acara virtual Frisian Flag bertajuk ‘Refleksi Setahun Pandemi, Masyarakat Semakin Abai atau Peduli?’, Senin, 22 Maret 2021.
Dijelaskan Daisy, kemampuan manusia pun berbeda-beda dalam menjalani adaptasi tersebut. Namun, ada tiga kelompok yang sangat sulit menjalani adaptasi antara lain kaum non digital native, karena tidak bisa menemukan keasyikannya. Hidup merasa sepi dan stressful.
"Kaum muda tidak bisa bertahan kalau harus membatasi kebiasaan kumpul dengan teman. Dan lingkungan atau pemukiman padat, apalagi di situ belum ada yang terkena COVID-19," terang Daisy.
Lebih lanjut, ada satu titik kita merasa jenuh terhadap perubahan-perubahan yang ditawarkan atau diminta dilakukan. Itu disebut pandemic fatigue. Kejenuhan sosial, akan pengaruhi angka kepatuhan tersebut.