Miris, Anak Penyandang Diabetes Sulit Diterima Masyarakat

ilustrasi anak.
Sumber :
  • Freepik

VIVA – Stigma negatif terhadap anak penyandang diabetes tipe 1 (DMT1), rupanya menjadi tantangan terbesar saat ini. Terlebih, hal tersebut kerap terjadi di lingkungan tempat anak menimba ilmu yakni di sekolah.

783 Juta Orang Akan Menderita Diabetes Tahun 2045

Fakta miris tersebut diungkap oleh Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Prof Dr dr Aman Bhakti Pulungan, yang mengaku bahwa masih ada berbagai tantangan untuk kasus anak penyandang diabetes. Lingkungan, ujar Prof Aman, kerap berpikir bahwa penyakit diabetes dapat menular sehingga anak sulit diterima masyarakat.

"Tantangan terbesar, lebih pada bagaimana lingkungan harus menerima mereka (anak-anak penyandang diabetes) sebagai orang normal. Karena, mereka memiliki hak untuk melakukan dan menjadi apa saja. Ini yang utama," ujar Prof Aman dalam konferensi pers bersama Novo Nordisk, baru-baru ini.

Kolesterol Hingga Diabetes Bermunculan Usai Lebaran? Dokter Ungkap Penyebab dan Cara Atasinya

Bukan tanpa alasan, masyarakat kerap berpikir diabetes menular lantaran anak masih harus mendapat perawatan secara rutin. Faktanya adalah diabetes merupakan penyakit tidak menular. Pada DMT1, terjadi akibat beberapa faktor termasuk riwayat kesehatan keluarga.

"Anak-anak dengan diabetes di sekolah, mereka diperlakukan berbeda dengan orang lain," imbuhnya.

Segar dan Wangi, Inilah Khasiat Daun Mint untuk Penderita Diabetes

Stigma yang terbentuk itu, lanjut Prof Aman, memberi dampak pada psikis anak seperti penurunan kepercayaan diri hingga sulit bersosialisasi. Untuk itu, Prof Aman menegaskan bahwa DMT1 bukanlah penghambat untuk anak meraih cita-citanya dan stigma negatif harus dihapuskan dengan memberi edukasi secara tepat pada masyarakat.

"Perlu diketahui, mereka bisa menjadi apa saja pada masa depan. Mereka bisa menjadi menteri kesehatan, menjadi dokter, menjadi musisi. (Stigma) Ini yang paling menantang. Sehingga, perlu lebih banyak pendidikan dan kesadaran. Mereka bisa normal, hidup normal di rumah, meskipun mereka masih anak-anak," tuturnya.

Berdasarkan data dalam waktu sepuluh tahun terakhir, prevalensi DMT1 di Indonesia meningkat tujuh kali lipat, dari 3,88 per 100 juta penduduk pada tahun 2000 menjadi 28,19 per 100 juta penduduk pada tahun 2010. Karena tingginya angka underdiagnosis (pasien yang tidak terdiagnosis) dan misdiagnosis (pasien dengan hasil diagnosis yang salah), angka pasti prevalensi DMT1 pada anak-anak diperkirakan lebih tinggi dibandingkan dengan data yang sudah ada.

Namun, dengan melakukan diagnosis dan penanganan secara dini, diabetes pada anak-anak dapat dikelola dengan baik dan inilah yang menjadi tujuan ini menjadi pendorong utama dalam program kemitraan global Changing Diabetes® in Children. Misi utama program ini adalah mencegah kematian pada anak yang diakibatkan diabetes dan Indonesia pada hari ini mengambil langkah untuk merealisasikan tujuan tersebut. 

"Program Changing Diabetes® in Children merupakan salah satu program kolaboratif untuk meningkatkan akses terhadap penanganan pasien dengan diabetes, terutama diabetes pada anak, melalui edukasi, pencegahan dan kuratif. Diabetes sering dilihat sebagai penyakit yang di derita oleh orang dewasa, padahal faktanya diabetes juga dialami oleh anak-anak dan remaja," imbuh Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin, di kesempatan yang sama.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya