Vaksin COVID-19 Pertama Terbuat dari Tanaman Resmi Disetujui

Ilustrasi vaksin.
Sumber :
  • Freepik/jcomp

VIVA – Pekan lalu, pemerintah Kanada telah menyetujui penggunaan Covifenz, vaksin COVID-19 berbasis tanaman pertama di dunia, yang dibangun atas kerjasama antara Mediacago Inc., perusahaan biofarma yang dimiliki oleh Mitsubishi Chemical dan Philip Morris, yang berlokasi di Quebec City, serta GlaxoSmithKline Plc.

WHO: Imunisasi Global Menyelamatkan 154 Juta Jiwa Selama 50 Tahun Terakhir

Vaksin ini tidak hanya menjadi vaksin resmi pertama yang dibuat oleh perusahaan berbasis Kanada, tapi juga menjadi yang pertama menggunakan teknologi protein berbasis tanaman.

Dikutip dari Times of India, hingga saat ini, vaksin tersebut sudah dipastikan digunakan untuk orang dengan rentang usia 18-64 tahun. Departemen Kesehatan Kanada menyatakan bahwa efektivitas vaksin masih belum dikonfirmasi bagi mereka dengan usia di bawah 18 tahun atau lebih dari 64 tahun.

Pilkada 2024 Berbeda dan Lebih Kompleks dibanding Pilkada Serentak Sebelumnya, Menurut Bawaslu

Tidak seperti vaksin mRNA, vaksin dengan vektor virus atau virus inaktif, vaksin COVID-19 yang berasal dari tanaman menggunakan teknologi yang benar-benar berbeda. Sementara semua vaksin virus corona bertujuan memproduksi antigen, sebuah molekul yang bertujuan memicu respons imun melawan virus SARS-CoV-2, pendekatan vaksin berbasis tanaman sedikit berbeda.

Menurut situs resminya, Covifenz, vaksin yang baru disetujui ini terbuat dari partikel seperti virus berbasis tanaman (VLP) dari spike protein SARS-CoV-2 (strain asli). Vaksin ini menggunakan adjuvant AS03 Glaxo yang mengandung DL-alpha-tocopherol, squalene, polysorbate 80, phosphate-buffered saline.

KPK Periksa Anggota DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus soal Dugaan Korupsi APD di Kemenkes

Bahan-bahan lainnya meliputi kalium fosfat monobasa anhidrat, natrium klorida anhidrat, natrium fosfat dibasa anhidrat, dan air untuk injeksi. Dalam istilah sederhana, vaksin ini menggunakan protein berbasis tanaman untuk memproduksi partikel yang mirip dengan target patogen virus.

Ilustrasi COVID-19/virus corona

Photo :
  • Freepik

Menurut Health Canada, Covifenz milik Medicago diresmikan sebagai regimen dua dosis. Setiap dosis mengandung 3,75 mikrogram spike protein (S) dari SARS-CoV-2 dan 0,25 mililiter adjuvant AS03, demikian disebutkan dalam situs resminya. Selain itu, perlu dicatat bahwa vaksin ini untuk diberikan dengan jarak 21 hari.

Lantas, bagaimana dengan efektivitasnya? Menurut hasil uji klinis, vaksin tersebut ditemukan efektif 71 persen dalam melindungi partisipan uji klinis berusia 18-64 tahun terhadap COVID-19.

Beberapa efek samping yang mungkin muncul dari vaksin berbasis tanaman ini di antaranya kemerahan, nyeri dan bengkak di area suntikan. Gejala lain yang mungkin muncul adalah menggigil, kelelahan, nyeri sendi, sakit kepala, demam ringan, nyeri otot, hidung tersumbat, sakit tenggorokan, batuk, mual dan diare.

Usai vaksinasi, para pakar percaya bahwa adalah hal yang umum muncul efek samping sementara, yang bisa berlangsung selama beberapa jam hingga hari.

Lebih lanjut, Medicago mengatakan bahwa reaksi alergi parah, yang disebut anafilaksis, sangat jarang setelah vaksinasi. Namun, beberapa tanda dan gejala untuk diwaspadai adalah gatal-gatal, bibir, wajah, lidah atau saluran napas bengkak, sulit bernapas, detak jantung meningkat, kehilangan kesadaran, tekanan darah menurun tiba-tiba, nyeri perut, muntah dan diare.

Petugas merekomendasikan untuk menghubungi layanan gawat darurat jika kasus efek samping parah terjadi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya