VIVA – Meskipun dinamakan crab stick, namun makanan lezat yang sering muncul di dalam shabu-shabu atau sushi ini tidak mengandung daging kepiting asli. Ya, banyak yang belum tahu bahwa crab stick merupakan processed food atau makanan proses yang akar sejarahnya telah ada sejak ratusan tahun lalu, dimulai dari sebuah bahan makanan yang dinamakan surimi.
Surimi adalah daging ikan yang telah dicuci dan dipotong-potong kemudian dihaluskan dan ditambah bahan pengawet untuk memperpanjang masa simpannya. Bahan utamanya sendiri paling sering ikan pollock Alaska atau ikan putih jenis lain.
Awalnya para juru masak Jepang menciptakan surimi untuk memanfaatkan sisa daging atau bagian ikan lainnya dari ikan yang telah di-fillet. Surimi pun telah disebut sebagai kuliner legendaris Jepang selama lebih dari 900 tahun dan masih digunakan untuk membuat berbagai hidangan khas Asia, seperti fish cakes (bakso atau kue ikan).
Dilansir dari laman Food Beast, Rabu, 1 Agustus 2018, para juru masak kemudian menyempurnakan resep surimi dan memperkenalkannya kepada negara lain di tahun 1970-an dan 1980-an. Surimi pun mendulang popularitas di Amerika Serikat sebagai bahan utama pembuatan daging kepiting imitasi.
Untuk mendapatkan cita rasa dan konsistensi khas daging kepiting, pabrik-pabrik kini menggunakan bahan pengawet yang seringkali terdiri dari putih telur, pati, garam, gula, pemanis dan perasa alami maupun buatan. MSG juga terkadang ditambahkan.
'Adonan' crab stick lantas dilipat dan dipotong-potong menjadi bagian-bagian yang bentuknya mirip dengan daging kepiting asli. Tentu saja karena imitasi, harga crab stick pun jauh lebih murah, yakni bisa 1/3 dari harga daging kepiting asli.
Selama ini, crab stick sering dinikmati saat menyantap shabu-shabu, sushi, salad seafood dan sebagainya. Meski daging kepiting imitasi ini rendah lemak dan kalori, namun daging kepiting asli mengandung lebih banyak protein dan lebih sedikit sugar serta sodium.
Perlu diketahui pula bahwa crab stick bukanlah makanan vegan atau bebas gluten.
