Kudapan yang Diklaim Lezat Tiada Tara Ini Ternyata dari Ulat

Batra, kuliner berbahan ulat pohon sagu busuk, khas Kepulauan Mentawai.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Andri Mardiansyah

VIVA.co.id - Masyarakat Kabupaten Kepulauan Mentawai di Sumatera Barat memiliki satu kuliner yang diklaim lezat tiada tara. Batra, namanya. Reputasinya memang tak sesohor rendang, masih sebatas makanan pokok warga lokal meski mulai diperkenalkan keluar kawasan itu, tetapi rasanya boleh saja dibandingkan atau diadu.

Olahraga Ini Ampuh Bakar Lemak Opor dan Rendang, Bye-bye Perut Buncit!

Batra bukan makanan berbahan dasar daging sapi atau kambing atau ikan, melainkan ulat. Tepatnya ulat yang muncul di pohon sagu yang sudah membusuk. Batra bisa dinikmati dengan menyantap ulat hidup atau dimasak dengan berbagai varian khas setempat.

Batra disebut mengandung protein yang tinggi. Selain dimakan sehari-hari, batra juga sudah mulai disajikan di berbagai event tradisional, bahkan mulai dijual di warung-warung kecil, terutama yang ramai dikunjungi wisatawan.

Rahasia Rendang Amboi! 5 Hal Penting Ini Wajib Diperhatikan Saat Pengolahan

Batra, kuliner berbahan ulat pohon sagu busuk, khas Kepulauan Mentawai.

FOTO: Batra, kuliner berbahan dasar ulat dari pohon sagu busuk, khas masyarakat Kabupaten Kepulauan Mentawai di Sumatera Barat. (VIVA.co.id/Andri Mardiansyah)

Masak Rendang Anti Ribet! Chef Rudy Bongkar Trik Masak Rendang 20 Menit

Ruth Alfidah, seorang penjual batra, menjelaskan ulat-ulat sagu itu nikmat juga dimakan hidup-hidup, saat larva itu masih menggeliat-geliat. Batra juga dapat disajikan dengan berbagai macam olahan seperti disangrai, digoreng, disup maupun disate, bergantung selera masing-masing. Batra biasanya dimakan dengan sagu dan subet (keladi) yang dicampur dengan pisang sebagai pemanis rasa.

"Tak kenyang rasanya jika belum memakan batra dan sagu. Lebih enak jika dimakan hidup-hidup atau mentah. Batra proteinnya tinggi," kata Ruth Alfidah ketika ditemui pada Sabtu, 29 Juli 2017.

Walau sudah banyak kuliner yang masuk dari berbagai daerah lain di Mentawai, Ruth meyakini, batra tak mungkin ditinggalkan, karena memang sudah menjadi makanan pokok warga. Bahkan setiap hari, selalu ada batra yang tersajikan di umah (rumah tradisional masyarakat Mentawai).

Namun tetap harus diwaspadai, terutama yang mengidap alergi. Di samping mengandung banyak protein, batra juga dapat memicu alergi. Tapi, jangan takut, jika ada yang terkena alergi akibat makan batra, dapat dinetralkan dengan makan mentimun.

Varian batra

Ulat-ulat sagu mudah didapat di Mentawai. Banyak pohon sagu di daerah itu cukup memenuhi permintaan batra. Setiap pohon sagu yang ditebang dan diambil sagunya, akan dibusukkan dengan cara direndam agar proses munculnya batra bisa lebih cepat.

Batra, kuliner berbahan ulat pohon sagu busuk, khas Kepulauan Mentawai.

FOTO: Batra, kuliner berbahan dasar ulat dari pohon sagu busuk, khas masyarakat Kabupaten Kepulauan Mentawai di Sumatera Barat. (VIVA.co.id/Andri Mardiansyah)

Batra berwarna putih sedikit krem pada bagian tubuhnya dan pada bagian kepalanya bewarna hitam. Setiap menebang pohon sagu, masyarakat setempat sengaja membiarkan pohon sagu membusuk agar kemudian mendapatkan batra sebagai makanan favorit mereka.

Mengolah batra, kata Ruth, tidaklah sulit. Batra sudah mengandung minyak yang cukup banyak. Jadi, apabila digoreng tidak diperlukan lagi minyak goreng atau sejenisnya dan cukup hanya ditambahkan garam. Batra juga dapat dimasak dengan bumbu tambahan seperti bawang merah, bawang putih, cabai, merica, garam, dan kecap.

"Namun bagi warga Mentawai, batra lebih lezat direbus pakai garam dan dimakan dengan sagu yang sudah diolah sedemikian rupa," ujar Ruth.

Selain direbus, batra juga sering dimasak dengan cara panggang. Batra yang dikumpulkan dari pokok pohon sagu yang membusuk, dicuci dahulu kemudian dimasukkan bambu. Bambu yang sudah berisi batra kemudian di panggang di atas tungku api hingga dirasa sudah masak.

Sate batra

Harga jual batra yang sudah diolah menjadi sate biasanya Rp10.000 per tusuk dengan sepuluh-dua belas ekor ulat. Sedangkan ulat yang masih hidup dijual seharga Rp1000 per ekor.

Batra, kuliner berbahan ulat pohon sagu busuk, khas Kepulauan Mentawai.

FOTO: Batra, kuliner berbahan dasar ulat dari pohon sagu busuk, khas masyarakat Kabupaten Kepulauan Mentawai di Sumatera Barat. (VIVA.co.id/Andri Mardiansyah)

Walau terkesan menjijikkan apabila dimakan hidup-hidup, tidak salah jika Anda mencoba makan batra. Sensasi menjijikkan dari darah segar dan lendirnya niscaya sirna setelah ulat-ulat itu dikoyak gigi dan menyentuh lidah.

Anda tidak akan menyangka batra lebih memiliki rasa lezat dengan agak sedikit manis. Tak ada rasa amis seperti dibayangkan kebanyakan orang.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya