Asyik Boomerang, Remaja Pem-bully AU Alami Defisit Empati

Ilustrasi anak yang mengalami bullying.
Sumber :
  • Pisabay/ anemone123

VIVA – Kasus pengeroyokan yang dilakukan 12 remaja wanita terhadap AU asal Pontianak menjadi viral. Tak hanya bullying yang diterima oleh AU, remaja malang tersebut juga menerima perlakuan tak senonoh dari 12 remaja SMA di Pontianak.

Katakan Tidak pada Tindakan Bullying di Lingkungan Sekolah

Perilaku 12 remaja tersebut dikecam oleh publik karena dianggap tak berperasaan. Namun yang membuat banyak orang semakin emosi adalah beberapa remaja yang diduga pelaku justru terlihat santai. Saat menjalani pemeriksaan di kantor polisi, tiga remaja yang diduga adalah pelaku malah asyik berpose gaya boomerang. Aksi mereka itu tersebar di media sosial. Bahkan salah satu akun Instagram pelaku dibajak oleh orang tidak dikenal.

Dalam sejumlah foto yang tersebar, terlihat bahwa beberapa pelaku yang malah tertawa saat berada di kantor polisi. Melihat kelakuan mereka, banyak masyarakat yang geram sekaligus bertanya-tanya terkait hal itu. Mengapa anak-anak itu seolah tidak merasa bersalah. Saat dihubungi oleh VIVA, Psikolog Liza Merriely Djaprie menjelaskan fenomena itu.

Pelajar SD di Simalungun Jadi Tersangka Kasus Perundungan, Ini Penjelasan Polisi

"Ini sebetulnya agak miris sih, ini kasus baru yang muncul belakangan ini. Karena sekarang itu anak-anak tidak punya kurikulum belajar kecerdasan emosional di mana di dalamnya ada empati," ungkap Liza saat dihubungi VIVA, Rabu, 10 April 2019.

Liza mengatakan bahwa anak dan remaja sekarang lebih fokus untuk ditanamkan pendidikan intelektual. Sedangkan pendidikan emosional seringkali diabaikan.

Marak Kejadian Perundungan, Kemenkes Lakukan Skrining Kesehatan Jiwa Pada Calon Dokter Spesialis

"Demikian juga dengan orangtua yang ada di sekitar anak, zaman sekarang penuh kompetisi semua penuh sikut-sikutan yang mengakibatkan kita tidak peduli dengan orang lain yang penting hidup gue baik-baik saja. Yang menyebabkan adanya gangguan defisit empati, ini," kata Liza menjelaskan.

Anak yang mengalami gangguan defisit empati, lanjut Liza, seringkali merasa tidak bersalah saat melakukan sesuatu. Selain itu, dia juga menyebutkan bahwa fenomena itu juga bisa jadi dilakukan untuk menutupi rasa bersalahnya.

"Kemungkinan ada orang yang pada kondisi terdesak kondisi yang muncul dia kaya biasa aja, padahal dia menutupi ketakutan di dalam. Jadi kalau lagi sedih dia mengeluarkan respons enggak tertawa," kata dia.

"Kadang ada yang punya mekanisme defensif, jadi hal itu bisa terjadi kemungkinan karena ada defisit empati atau defensif tadi,” ucapnya. (tsy)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya